"Apa kau baik-baik saja?" tanya Jung In yang segera menghampiri Mae Ri. "Kapan kau datang? aku pikir kau harus berangkat kerja."
Mae Ri segera bangkit, lalu menundukkan kepala. "Aku tidak bisa tidur semalam."
"Senang bertemu dengan anda, aku Wi Mae Ri." Mae Ri mengenal dirinya, ia masih menunduk.
"Senang bertemu dengan anda, aku Jung In." ucap Jung In.
Mae Ri memberanikan diri untuk menatap Jung In dan tentu saja, Mae Ri terkejut saat tahu orang yang ada dihadapannya adalah orang yang sama yang telah menolongnya di hotel.
"Oh, orang bodoh!" ucap Mae Ri seraya menunjuk ke arah Jung In.
Mae Ri menyadari kata-kata kasarnya, ia segera menutupu mulutnya. Jung In sama sekali tidak terkejut, ia berkata "..pergelangan tanganmu sudah membaik sekarang?"
"Baik-baik saja." jawab Mae Ri.
"Aku tidak berusaha untuk mendapatkan uangmu saat itu, kau tau?" ucap Mae Ri, ia tidak ingin Jung In mengecapnya sebagai seseorang yang mengambil keuntungan dalam kesempitan.
"Selain itu, amplop yang kau berikan padaku, terdapat uang 2000.000... itu terlalu banyak.
Aku berusaha untuk membawanya, karena aku merasa tidak nyaman saat menggunakannya.
Jadi, ini.. Aku kembalikan padamu lagi." Mae Ri menyerahkan amplop berisi uang.
Jung In menolak pemberian itu. "Ada ketetapan yang telah disepakati saat kau menandatangi surat perjanjian. Jadi, lupakan kejadian saat itu." ujar Jung In seraya pergi.
"Bolehkah aku bertanya sesuatu.." tanya Mae Ri.
Jung In menghentikan langkahnya, "Kenapa kau menyutujui perjodohan ini?" tanya Mae Ri.
"Jika aku harus mengatakan hal itu, aku menyetujuinya karena sebatas urusan bisnis?" jawab Jung In tanpa ekspresi.
"Apakah pernikahan adalah sebuah bisnis? Apa pernikahan ini sebuah lelucon untukmu?" Mae Ri kesal.
"Jangan berpikir yang berlebihan." kata Jung In.
"Tentu tidak. Aku juga tidak berniat untuk memilihmu setelah 100 hari ketetapan yang telah ditentukan." ungkap Mae Ri.
"Baiklah, kita memiliki pandangan yang sama terhadap pernikahan ini." Jung In pun sama, ia sebenarnya tidak ingin ada perjodohan semacam ini, tapi karena berkaitan dengan urusan bisnis, mau tidak mau, Jung In harus melakukan hal ini.
"Apa? Itulah sebabnya kau bersikeras untuk menyepakati perjanjian ini? Ya, tidak ada makan siang gratis di dunia ini." ujar Mae Ri.
"Aku mengerti."
"Well, aku tidak akan mengatakannya karena kau seperti aku."
"Tolong menuju ruang kantor sekarang." suruh Jung In. "Aku akan ganti baju dulu dan aku menemuimu di sana."
Mae Ri ada di kantor Jung In, Jung In mengetuk pintu dan masuk ke dalam.
"Apakah ini sebuah perusahaan drama?" tanya Mae Ri yang penasaran.
"Ya. Wi Mae Ri, kau akan bekerja di sini sebagai asistenku dari sekarang. Dan karena aku akan menangani jadwalku sendiri. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan tentang hal itu." ucap Jung in.
"Jadi, apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanya Mae Ri.
Assisten Jung In mengetuk pintu dan berkata pada Jung In, "Direktur, persiapan untuk meeting sudah siap."
Jung in mengangguk, Mae Ri memberi salam pada asissten itu, "Hello."
Asisten Jung In tersenyum.
Jung In hendak keluar dari kantornya, Mae Ri mengikutinya dari belakang. Jung In menghentikan langkahnya, Jung In melihat ke arah Mae Ri dan menghela nafas, ia menutup pintu dan berkata, ""Kalau begitu. Aku sangat menghargaimu jika kau tidak meninggalkan ruangan ini. Karyawanku tidak diperbolehkan masuk ke dalam kantor pribadiku ini, jadi kau tidak akan bertemu dengan siapapun." ujar Jung In. "Kau mengerti hal itu kan?"
"Ya." Jawab Mae Ri. "Itulah perasaanku. Aku sangat merasa tidak nyaman berada di dekatmu."
"Kita sudah mengetahui apa yang kita inginkan masing-masing. Jadi, lakukan yang terbaik selama 100 hari ke depan." Jung in mengulurkan tangannya.
"Baiklah kalau begitu." Jawab Mae Ri seraya menjabat tangan Jung In.
"Dasar bodoh." umpat Mae Ri kesal.
Mae Ri sendiri di kantor pribadi Jung In. Mae Ri sedang mencari tahu tentang Jung In, ia membuka biodata Jung In.
"Hallyu drama producer. Famous Japanese A&R Direktur. American MBA program graduate. Manager keuangan?" Mae Ri terkejut. "Tidak heran kalau ia melihat pernikahan sebagai sebuah lahan bisnis." Mae Ri mengangguk-angguk, ia sadar alasan kenapa Jung In menjadikan pernikahannya sebagai peluang bisnis. Mae Ri menyandarkan dirinya di kursi kemudian ia melihat seseorang datang. Mae Ri membuka pintu pemisah, dan ia mendapati Seo Jun sedang duduk seraya membaca script.
Mae Ri senang sekali bisa bertemu Seo Jun, Seo Jun adalah artis terkenal, kapan lagi bisa bertemu dengannya. Mae Ri menghampiri Seo Jun dan menanyakan kabarnya dengan ramah, "Seo Jun, apa kabarmu? Aku baru saja membaca berita artikel tentangmu di koran."
"Dimana direktur?" tanya Seo Jun.
"Ahh.. dia sedang rapat sekarang. Apakah kau ingin minum teh sementara kau menunggu direktur?"
"Aku ingin air sebagai pengganti teh, please. Ah, tentu.. Tunggu sebentar. Aku tidak minum apapun kecuali air dari pegunungan." ujar Seo Jun.
"Maaf? Air pegunungan?" tanya Mae Ri polos.
"Sudahlah, tidak masalah." jawab Seo Jun seraya tersenyum datar.
"Ah, ya." Mae Ri mengangguk mengerti kemudian pergi untuk mengambil minuman. Tapi, ia segera menghentikan langkahnya, Mae Ri tersenyum, hahaa.. ia harus dapat tanda tangan dari Seo Jun. Mae Ri mengambil kertas dan pulpen.
"Maaf, tapi. Bisakah kau memberikan tanda tangan padaku?" pinta Mae Ri seraya memberikan kertas dan pulpen.
"Ya" ucap Seo Jun.
"Aku adalah penggemar beratmu."
"Namamu?"
"Wi Mae Ri."
"Wi.. Mae.." Seo Jun menandatangani kertas itu.
Kemudian Lee An dan assistennya datang, "Hey, Seo Jun" sapa Lee An.
"Oh, kau datang." ucap Seo Jun.
"Tepat waktu. Ehh.. Oh, My!" puji asisten Lee An. "Seo Jun kau sungguh sangat menawan."
"Thank you."
Mae Ri terkejut melihat kedatangan Lee An dan assistennya, setelah mendapatkan tanda tangan Mae Ri lalu pergi.
Ternyata asisten Lee An masih mengenali wajah Mae Ri. "Itu gadis yang mengambil gambarmu saat di hotel. Dan dia telah mendapatkan tanda tangan dari orang lain, sepertinya." bisik asisten Lee An pada Lee An.
Jung In datang, "Semua orang berkumpul tepat waktu."
"Oh, kau datang?" ucap Seo Jun.
Mae Ri mengetuk pintu untuk memberikan air minum.
"Direktur! Gadis itu!" kata asisten Lee An.
"Tidak masalah, kembalilah pada pekerjaanmu." ujar Jung In pada Mae Ri.
"Ya, direktur." Mae Ri mengerti.
"Direktur, apakah itu dia?" tanya asisten Lee An, ia sangat mencurigai Mae Ri.
"Ada sebuah kesalahpahaman hari itu, tolong lupakan kejadian tentangnya." ucap Jung In dengan bijak.
"Mengajak seseorang ke sini untuk bekerja tapi tidak mengizinkannya untuk melakukan apapun. Apa yang kau lakukan?" Mae Ri kesal. "Ini sangat membosankan."
Jung In datang mengetuk pintu, lalu berkata "Aku akan pergi makan, kau juga harus makan."
"Ya." jawab Mae Ri.
Jung in menutup pintu lalu pergi, ia sama sekali tidak ada niat untuk mengajak Mae Ri makan bersama.
Mae Ri masih bosan, ia melihat kesekeliling dan ia menemukan tumpukan script di atas meja.
"Jadi, seperti ini skrip." ucap Mae Ri yang baru mengetahui wujud asli script.. hehe "Ahh.. Dan proposal ini bagaimana cara membuatnya. Sangat menarik. " Mae Ri berkata pada dirinya sendiri.
Tak berapa lama kemudian, Jung in masuk lagi ke dalam kantor, ia terlihat sangat terburu-buru.
"Jadi, kau tidak memiliki pekerjaan apapun yang dapat aku kerjakan?" tanya Mae Ri.
"Kau boleh pulang cepat sekarang." suruh Jung In yang sedang merapikan dokumen-dokumennya.
"Apa? Tapi sekarang baru jam 1:30 siang." jawab Mae Ri.
"Aku juga akan pergi untuk menghadiri sebuah meeting." Jung in menerima telepon dari ibunya.
"Ya, bu? Aku sedang dalam perjalanan sekarang."
Mae Ri sampai di rumahnya, ia langsung merebahkan diri di atas sofa, "Kenapa aku merasa sangat lelah padahal aku tidak melakukan apapun?" ucap Mae Ri.
Ayah Mae Ri baru bangun tidur, ia melihat Mae Ri dan berkata, "Hey, Mae Ri Yah, apa yang kau lakukan di sini?"
"Aku tidak tahu." jawab Mae Ri lemas. "Dia tidak memberikanku pekerjaan yang dapat aku lakukan, dan dia bilang kalau aku boleh pergi. Dia benar-benar merendahkanku."
"Benarkah?" tanya Ayahnya tidak percaya. "Ahh.. Mungkin dia pikir kau kelelahan karena ini adalah hari pertamamu. Jadi, Mae Ri Yah..Bagaimana pertemuanmu dengan Jung In? Dia seperti seorang pangeran, kan?"
"Apa? Pangeran?" Mae Ri mengerutkan kening. "Lebih seperti orang yang bodoh, maksudmu."
"Apa maksudmu tentang orang bodoh?" tanya Ayah tidak mengerti.
"Ayah, bagaimanapun permasalahannya, ada yang aneh dengan pria itu." ucap Mae Ri.
"Aneh?" tanya Ayah.
"Coba pikirkan, ayah. Kenapa seorang pria yang sangat kaya dan tampan menerima pernikahan seperti ini?"
"Well, berhenti memikirkannya, hal itu memang sedikit aneh." jawab ayah.
"Selain itu, dia juga seperti tidak ingin menikahiku." kata Mae Ri.
"Hey, apa maksudmu?"
"Tidak, maksudku.." Mae Ri lekas meralat kata-katanya. "Pria itu pasti sedang menyembunyikan sesuatu."
"Apa maksudmu?" lagi-lagi ayah tidak mengerti apa yang Mae Ri bicarakan.
"Aku sudah memikirkan tentang hal itu tadi. Dan tidak masalah bagaimana aku mengetahuinya." jawab Mae Ri.
"Tidak masalah bagaimana kau mengetahuinya, apa?" tanya ayah.
Mae Ri bangkit dan berkata serius. "Dia gay, ayah!"
"Apa?!" ayah ikut terkejut.
"Kau lihat cara dia berbusana dan tentang pemikirannya mengenai pernikahan yang disamakan dengan bisnis. Itu dia! Dia pasti takut untuk berbicara pada ayahnya karena hal itu." Mae Ri menyipitkan matanya agar terlihat lebih dramatis.
"Hey, Mae Ri, kau sedang menulis novel?" ayah mae Ri mulai menyadarkan Mae Ri.
"Aku baik-baik saja. Bagaimanapun juga, orang itu sangat aneh." jawab Mae Ri.
"Hey, sekarang hampir jam 5 tepat, kau tidak pergi untuk menemui pria itu?" tanya Ayah.
"Kenapa aku harus melakukan hal itu? Aku kan ingin menonton drama dan bersenang-senang." jawab Mae Ri sambil menyalakan televisi lalu tertawa melihat adegan drama yang ditontonnya.
"Apa yang kau katakan? Hey, ini adalah hari pertamamu dari 100 hari kesepakatan itu." Ayah menjelaskan dengan semangat. "9 pagi sampai 5 sore dengan Jung In, dan 5 sore sampai 10 malam dengan pria itu. Dan kau tidak ingin pergi?"
"Tentu saja, aku akan pergi menemui orang yang aku cintai." jawab Mae Ri.
"Ada apa ini?"
"Karena kau menyebutnya tadi, aku jadi ingin bertemu dengannya." Mae Ri mengambil handphone di sakunya lalu mulai menghubungi Mu Gyul. "Aku rasa lebih baik aku menelponnya."
Mae Ri menuju kekamar.
"Hey..! Hey!" ayah mengikuti Mae Ri.
"Ayo, angkatlah." pinta Mae Ri, tapi ternyata teleponnya tidak diangkat. "Yah, cintaku pasti masih tidur sekarang, karena dia seorang musisi."
"Sangat mencurigakan." ayah mulai curiga dengan gelagat Mae Ri.
"Apa?" tanya Mae Ri khawatir kebohongannya terbongkar.
"Waktu yang lalu saat ia ada di rumah kita, kau bilang dia bukan pacarmu." ujar Ayah.
"Itu karena aku sangat khawatir kau marah padaku." Mae Ri mengelak.
"Berhenti memberikan alasan yang berbelit-belit dan cepat jelaskan sejelas-jelasnya."
"Seperti apa?"
"Bagaimana kalian pertama kali bertemu? Bagaimana kau bisa jatuh cinta padanya?" tanya ayah.
"Ah, itu.. Ayah." Mae Ri menatap ayahnya serius, lalu mengenang saat pertama kali ia bertemu dengan Mu Gyul.
"Kau tau, sebuah drama mengatakan kalau cinta itu diibaratkan seperti sebuah tabrakan mobil.
Well, seperti itulah kami bertemu. Dia datang ke dalam hidupku.. dengan tiba-tiba dan tanpa isyarat apapun, seperti sebuah kecelakaan mobil."
"Dia seperti seorang pria di sebuah negeri dongeng, semacam dunia baru yang sangat cool.
Setiap kali ia bernyanyi di atas panggung, dia tidak hanya terlihat tampan saat bernyanyi di atas panggung, tapi juga di kehidupan sehari-harinya dia sangat tampan. Aaah.. Bagaimana bisa aku tidak jatuh cinta kepadanya?" ucap Mae Ri.
"Tapi, apa dia juga mencintaimu juga?" tanya Ayah.
Pertanyaan ayah Mae Ri membuat Mae Ri kikuk, "Huh? Aaahh.. Tentu! Dia bahkan mengatakan kalau dia menyukai bekas lukaku yang mirip bekas luka Harry Potter."
"Hey! jadi, jika pria itu adalah pria yang kau cintai, bagaimana bisa kau tidak mempunya fotonya?" tanya ayah.
"Ah.. Ini.." Mae Ri menunjukkan foto-foto Mu Gyul yang ada di handphonenya. "Adaa.. adaa.. Ini fotonya, kau bisa melihatnya kan?"
"Tapi kenapa dia tidak pernah menunjukkan wajahnya?" ayah kembali bertanya.
"Apa maksud ayah?" Mae Ri tidak mengerti apa yang ayahnya maksud.
"Jika dia mencintaimu, seharusnya dia datang ke sini dan mengakui cintanya padamu di hadapanku." jawab ayah.
"Karena aku yang tidak memperbolehkannya melakukan hal itu. Dia siap berlutut untuk apapun demi aku." kilah Mae Ri.
"Jadi, apa dia menerima situasi seperti ini?" tanya ayah.
"Apa maksud, ayah? Dia tidak dapat berhenti minum-minum karena dia sangat sedih. Kau tidak tahu betapa sakit dan menderitanya dia. Hanya saja, aku membujuknya untuk dapat mengerti keadaanmu." jawab Mae Ri mengarang-ngarang cerita.
"Aku tidak tahu apa yang harus aku pikirkan, aku harus menemuinya sekarang juga." ayah Mae Ri hendak mencari Mu Gyul, tapi Mae Ri segera mencegah ayahnya.
"Ayah! Jika kau bertemu dengannya dan membuat perasaannya sedih, aku akan membatalkan 100 hari kesepakatan ini." jawab Mae Ri.
"Ahh.. Okay.. Okay.. Aku tidak yakin apakah kau benar-benar mencintai pria itu sekarang. Tapi kau pada akhirnya harus menyukai Jung In." ucap Ayah Mae Ri.
"Tentu, ayah. Jika kau ingin kesepakatan ini berjalan lancar, tinggalkan aku sendiri." kata Mae Ri.
"Baiklah. Tapi, setidaknya sebagai seorang ayah, aku sangat ingin tahu seperti apa pria yang kau cintai itu dan dimana ia tinggal?" ayah Mae ri sangat penasaran dengan sosok Mu Gyul.
"Tidak ada hal yang harus kau ketahui ayah." jawab Mae Ri seraya berjalan ke arah pintu. "Aaahh.. Aku lebih baik bertemu dengan Mu Gyul sekarang."
"Hey, ini sudah telat, mau kemana kau?"
"Bye, ayah!"
"Mae Ri Yah!"
Di tempat tinggal sewa baru Mu Gyul. Mu Gyul membaca tulisan Mae Ri.
"Cinta seperti sebuah kejadian tabrakan mobil? Apa kau sedang menulis sebuah novel sekarang." tanya Mu Gyul heran dengan tulisan Mae Ri yang kelewat tidak masuk akal menurutnya.
"Well, aku ini lulusan dari sastra korea. Anyway, kau lihat, semuanya lengkap tanpa adanya perubahan, Jadi, jika ayahku menghubungimu suatu waktu,." perkataan Mae Ri diputus oleh Mu Gyul.
"Apa maksudmu? Kau bilang kita tidak harus bertemu lagi." ucap Mu Gyul.
"Dan satu hal lagi. Aku harus tinggal sementara di sini selama semalam mulai dari sekarang." Mae Ri menatap Mu Gyul dengan pandangan memelas.
"Lupakanlah." Mu Gyul jelas menolak permintaan Mae Ri.
"Sebagai gantinya, aku akan membayar uang sewa kamarmu ini selama 3 bulan." ujar Mae Ri.
"Lupakan saja." jawab Mu Gyul. Ia sedang membuat grafiti.
"Tapi aku merasa tidak nyaman. Ayo kita memanfaatkan uang ini bersama dengan baik, huh?" kata Mae Ri.
"Awalnya kau hanya ingin aku berfoto denganmu, tapi kemudian kau meminjam namaku selama 100 hari. Dan sekarang kau ingin pindah ke rumahku?" ungkap Mu Gyul.
"Maafkan aku, hanya saja aku tidak punya pilihan lain."
"Itulah kenapa, aku berkata tidak."
"Hey, kenapa kau begitu jahat. Mu Gyul tolonglah." kali ini Mae Ri menatap Mu Gyul dengan tatapan memelas ala kucing.. cuteee... unnie cantik sekalii.
"Hei, wajahmu seperti kucing di Sherk." Mu Gyul tertawa melihat Mae Ri bertingkah seperti itu.
"Lupakan." jawab Mu Gyul, ia kembali fokus dengan grafitinya. Berdasarkan riset (jjah) kalau Mu Gyul mulai terpesona dengan Mae Ri, Mu Gyul pasti langsung mengalihkan perhatiannya ke hal lain.
"Tolong aku satu kali ini sajaa, huh? Ayolah, Mu Gyul." pinta Mae Ri.
"Kang Mu Gyul. Hey, Mu Gyul." Bibi pemilik tempat tinggal Mu Gyul datang.
"Oh ya, Ahjumma, oh kau sudah datang?" Mu Gyul menghampiri bibi itu, Mae Ri juga mengikutinya.
"Pacarmu?" tanya bibi.
"Bukan!" jawab Mu Gyul dan Mae Ri secara bersamaan.
"Tidak apa-apa, semua orang memang seperti itu." Bibi tersenyum. "Kenapa kau tinggal sendiri kalau kau bisa tinggal dengan kekasihmu."
"Tapi, aku memang benar-benar akan tinggal dengan diriku sendiri." ucap Mu Gyul memastikan bahwa bibi itu tidak salah sangka.
"Okey, baiklah. Kau tidak boleh lupa tentang uang sewa yang sudah jatuh tempo minggu ini, benarkan?" bibi mengingatkan.
"Ah, tentu." jawab Mu Gyul, seperti orang-orang pada umumnya, saat ada seseorang yang mengingatkan tentang bayaran pasti murung. hahaa.
"Bagus, karena kalau kau sampai telat membayar, aku akan mengambil semua barang-barangmu kali ini." ancam bibi. "Jadi lebih baik kau tidak membayarnya telat."
Mu Gyul mengangguk, mengerti. Mae Ri hanya memperhatikannya dengan iba.
"Selamat tinggal." pamit bibi.
"Silakan." ucap Mu Gyul.
Ini kesempatan Mae Ri, Mae Ri menyerahkan amplop berisi uang pada Mu Gyul, Mu Gyul langsung menolaknya, ""Sudahlah." ucapnya.
"Dari mana kau akan mendapatkan uang untuk membayar uang sewamu?" kata Mae Ri. "Gunakan saja uang ini, huh?"
"Aku bilang, aku baik-baik saja." jawab Mu Gyul tetap pada pendiriannya. Mu Gyul kembali mengerjakan grafitinya yang masih setengah jadi.
Mae Ri memikirkan sesuatu. Mae Ri menaruh tasnya kemudian mengambil alat-alat grafiti milik Mu Gyul.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Mu Gyul sedikit terganggu dengan apa yang dilakukan Mae Ri.
"Itu akan membuatmu lelah, jadi aku akan membantumu." jawab Mae Ri polos.
Mu Gyul dan Mae Ri berada di luar, Mu Gyul sedang berusaha mencari barang bekas yang masih layak pakai untuk tempat tinggal barunya.
"Hey, sampai berapa lama kau akan mengikutiku?" tanya Mu Gyul pada Mae Ri yang masih saja mengikutinya.
"Aku bilang aku akan membantumu." jawab Mae Ri.
Mu Gyul mengambil sesuatu dari tempat sampah, Mae Ri heran ia bertanya "Apa kau benar-benar pemulung?"
Mu Gyul mengambil beberapa barang lagi, ia menyuruh Mae Ri untuk ikut membawakan barang-barang itu ke dalam kamar.
"Yang itu juga!" suruh Mu Gyul. "Ambil yang itu juga."
Kamar sudah beres, barang-barang hasil jarahan dari tempat sampah sudah tertata rapi.
"Apa kau mengambil jurusan seni?" tanya Mae Ri yang melihat Mu Gyul menggambar sesuatu di tembok.
"Bukan, aku mengambil teknik." jawab Mu Gyul.
Mae Ri berjalan ke sisi lain kamar Mu Gyul, sebuah studio buatan. Mae Ri terpukau "Whoah.. Ini benar-benar seperti sebuah studio!"
"Ehh!! Ada banyak peralatan di sini!" Mae Ri melihat-lihat studio kecil itu. "Aku yakin kau menghabiskan uang yang banyak untuk membeli semua ini.." Mae Ri hendak menyentuh salah satu barang, tapi Mu Gyul langsung menarik baju Mae Ri.
"Semua itu adalah motivasiku." jawab Mu Gyul sekenanya.
"Whoaa.. keren sekali." jawab Mae Ri. "Tapi, apa kau tidak punya TV?"
"Aku tidak menonton TV." jawab Mu Gyul seraya mengambil gitarnya dan mulai memainkannya.
"Benarkah? AhhH.. Buruk sekali! Ada drama yang ingin sekali aku tonton malam ini." ucap Mae Ri murung.
"Apa kau tidak akan pulang ke rumahmu?" tanya Mu Gyul, berharap Mae Ri segera pulang.
"Aku baru saja membantumu membereskan kamarmu, Kau benar-benar berarti." ucap Mae Ri. "Biarkan aku tinggal sebentar, paling tidak untuk semalam sebelum aku pergi, huh?"
"Hanya untuk hari ini saja." ucap Mu Gyul.
"Terima kasih." Mae Ri tersenyum. "Aku akan ke sana dan membaca beberapa buku."
Jung In datang menghampiri ayahnya. Mereka berada di sebuah restaurant.
"Aku ingin tahu bagaimana perasaanmu setelah bertemu dengan gadis itu." tanya Ayah Jung In.
"Dia terlihat sangat berbeda dari gadis yang pernah aku temui sebelumnya." jawab Jung In.
"Benarkah? Dia benar-benar percaya diri." ucap Ayah Jung in.
"Gadis itu tentu saja tidak sesuai dengan kriteria perempuan ideal seperti yang kau inginkan." kata Jung in.
"Kita lihat saja nanti. Tapi, untuk sekarang, karena dia sudah menjadi bagian dari keluarga kita, berilah ia perhatian dan hargai dia sebisa mungkin." ucap Ayah Jung In.
Para penagih hutang datang kepada Ayah Mae Ri, sekarang bukan lagi Ayah Mae Ri yang memohon ampun pada penagih hutang, tapi sebaliknya, para penagih hutang berterimakasih karena Ayah Mae Ri membayar hutangnya lebih dari yang sudah ditetapkan.
"Aahh.. Benarkah! Di sini! Aigooo.. Aigoo.. Terima kasih!" ucap para penagih hutang seraya membungkuk-bungkuk.
"Cek amplop itu. Is it okay?" ucap Ayah Mae Ri setelah menyerahkan amplop putih
"Aigoo!"
"Okay, kita sudah terlalu lama membuang waktu." ucap Ayah Mae RI.
"Jaga dirimu baik-baik." sapa Para penagih hutang.
"Yeah, okay."
Mu Gyul mendapat telepon dari temannya, teman-teman Mu Gyul hendak berkunjung ke tempat tinggal baru Mu Gyul.
"Heloo.? Oh, Hyung. Kau akan ke tempatku. Tentu." Mu Gyul menutup teleponnya dan ia bertanya pada Mae Ri.
"Hey, kau tidak mau pulang?" tanya Mu Gyul.
"Aku tidak perlu berada di sana sebelum jam 10 malam." jawab Mae Ri yang masih fokus membaca.
"Tapi, teman-temanku akan berkunjung sebentar lagi, jadi lebih baik kau pulang."
"Ah, benar. Aku lebih baik pergi." Mae Ri merapikan dirinya. "Tapi, aku harus pergi kemana?" keluh Mae Ri.
Tak berapa lama kemudian, teman-teman Mu Gyul datang.
"Mu Gyul, kami datang!"
"Aku baru saja pulang kerja dan langsung menuju kemari."
"Kau pasti bekerja keras untuk merapikan kamar ini?"
Teman-teman Mu Gyul melihat Mae Ri.
"Oh, Kakak Ipar!" sapa mereka.
"Halo." sapa Mae Ri sopan.
"Aku rasa Mae Ri juga membantumu pindah." ungkap teman Mu Gyul.
"Itu hanya balas budi saja." ucap Mu Gyul.
"Yeah, sepertinya aku hanya balas budi saja." ucap Mae Ri.
"Lihat, sepertinya kalian membuat kamar ini seperti kamar pengantin." ejek salah satu teman Mu Gyul.
"Bukan, bukan seperti itu." kata Mae Ri segera meralat kata-kata teman Mu Gyul. Mae Ri melihat ke arah Mu Gyul yang sudah mulai risih melihat Mae Ri masih ada di tempatnya.
"Baiklah, aku pergi." kata Mae Ri.
"Okay, bye. Dan jangan kembali lagi besok. Pergi. " ucap Mu Gyul.
Teman-teman Mu Gyul malah menyuruh Mae Ri untuk tetap tinggal, karena mereka akan membuat pesta kecil sebagai peringatan tempat tinggal baru Mu Gyul. Dan teman-teman Mae Ri malah mengundang ke dua sahabat Mae Ri untuk ikut bergabung bersama mereka.
"Ayy.. Kenapa kau begitu dingin?"
"Kau pasti sudah bekerja keras membantu Mu Gyul, kau harus makan dulu."
"Benar."
"Bukankah lebih baik kita mengadakan syukuran tempat tinggal baru Mu Gyul."
"Cepat-cepat dan jangan lupa hubungi Ji Hye dan So Ra."
"Yeah, pastikan kau menghubungi Ji Hye."
"Kita akan minum-minum di sini."
Mereka membicarakan permasalahan Mae Ri.
"Kau harus berada di antara keduanya." ucap So-Ra. "Pria yang telah menikah denganmu dan pria yang menikah denganmu dalam surat resmi untuk 100 hari."
"Hey, jadi kalian akan bersikap seperti dua orang yang sudah menikah. Bukan, maksudku seperti orang yang berpacaran?" tanya yang lain.
"Ada apa ini? Apa ini seperti sebuah drama, sebuah drama."
"Aku tidak tahu." jawab Mae Ri dengan murung.
"Aku kira semua telah terkendali setelah melakukan pemotretan itu, tapi ternyata semuanya jadi seperti ini. Aahh.. Semua ini salah kami. Apa yang harus dilakukan, maaf." ucap salah satu teman Mu Gyul.
"Tidak sama sekali." jawab Mae Ri.
"Jadi, kau harus menghabiskan waktu malammu di sini karena kecurigaan ayahmu?" tanya So-ra.
"Tidak boleh, aku bilang tidak boleh." ucap Mu Gyul.
"Mu Gyul. Maafkan aku, tapi seperti inilah keadaannya sekarang." jawab Mae Ri.
Yang lain membela Mae Ri.
"Ayolah bantu Mae Ri, aku mohon?!"
"Yeah, bantu dia."
"Aku tidak bisa, karena aku merasa tidak nyaman." jawab Mu Gyul.
"Kau lebih baik membantunya."
"Tapi, kau sudah mengizinkannya untuk menggunakan namamu sebagai suami palsu selama 100 hari."
"Hanya itu saja."
"Well, semuanya sudah seperti ini.."
"Kenapa kau tidak menikah saja, hyung?"
"Itu kedengarannya bagus, menikahlah! Kalian berdua terlihat cocok."
"Itu tidak benar, aku mohon jangan bilang seperti itu." ucap Mae Ri. Ia tidak mau mereka salah paham.
"Apa yang kalian bicarakan?" jawab Mu Gyul. "Ah, kita kehabisan minuman. Aku akan membelikannya."
"Ayo, kita beli minuman bersama." kedua teman Mae Ri mengikuti Mu Gyul.
"Mu Gyul, sebotol anggur beras juga."
Teman-teman Mu Gyul tidak rela kalau kedua sahabat Mae Ri menemani Mu Gyul pergi membeli minuman di market terdekat.
"Ji Hye, tetaplah di sini."
"Aku juga.."
"Hey! Hey!"
"Oh, ini sangat keren." ucap teman Mu Gyul ketika melihat studio mini Mu Gyul.
"Hey, jangan main-main dengan alat itu, kau hanya akan membuatnya rusak."
"Aku akan mengecek lagu apa yang sudah dibuat oleh Hyung. " ucap yang lain.
"Benarkah?"
Mae Ri merapikan meja, ia memasukan beberapa botol kosong ke dalam plastik besar.
"Kau seperti istri Mu Gyul sungguhan, kalau kau melakukan hal itu." ucap salah satu teman Mu Gyul.
"Aku minta untuk berhenti bilang seperti itu." kata Mae Ri.
Mae Ri keluar rumah untuk membuang sampah botol-botol yang baru saja ia kumpulkan.
"Hmm... dingin.. dingin.. dingin.." keluh Mae Ri.
Tiba-tiba ia melihat So Young, perempuan di foto Mu Gyul yang ditaruh di tempat gitar Mu Gyul.
"Aku pikir, aku pernah melihat perempuan itu sebelumnya." Mae Ri mengingat-ingat. "Aaahh. Perempuan itu mirip seperti foto yang ada di tas gitar Mu Gyul."
So Young melihat-lihat ke sekeliling, lalu ia bertemu Mae Ri.
"Apakah, Mu Gyul ada di dalam?" tanya So Young.
"Tidak, dia baru saja pergi beberapa waktu yang lalu." jawab Mae Ri.
"Ohh.. Benarkah?" So Young memperhatikan Mae Ri dari ujung kaki sampai ujung rambut.
"Heello." Mae Ri membungkuk mengucapkan salam.
"Kau pacar baru Mu Gyul?" tanya So Young.
"Bukan." jawab Mae RI.
"Yah, kau memang bukan tipenya." Ucap So Young.
"Memang. Itulah kenapa kau jangan salah paham." kata Mae Ri.
"Apa maksudmu?" tanya So Young.
"Aku hanya tidak ingin kau berpikiran salah padaku dan bertengkar dengan Mu Gyul. Aku datang ke sini karena ada urusan penting. Tapi aku bertemu dengan teman-temanku dan akan mengambil barang-barangku, aku tidak akan pernah datang ke Mu Gyul lagi." ucap Mae Ri.
"Oh, Kam So Young." Mu Gyul datang.
"Kang Mu Gyul.!!" seru So Young, ia segera memeluk Mu Gyul. Mae Ri dan kedua temannya kaget melihat hal itu. Mu Gyul pun terlihat sangat senang bertemu dengan So Young.
"Sudah lama tidak bertemu?!" ucap So Young.
"Ah, kapan kau datang ke sini?" tanya Mu Gyul.
"Baru saja. Aku baru saja bersenang-senang di dekat sini dan aku dengar kau pindak jadi aku datang untuk melihat-lihat. Hmm.. Ice Cream." So Young membawakan ice cream untuk Mu Gyul.
"Apakah kau minum lagi?" tanya Mu Gyul.
"Jangan khawatir, aku hanya minum sedikit." jawab So Young.
"Cukup, aku bukan anak kecil?" ucap Mu Gyul saat So Young mencubit kedua pipinya dengan gemas.
"Ayo, ada teman-temanku di dalam."
"Teman-teman bandmu? Ayo kita bergabung dengan mereka."
"Ah, jangan. Kau tidak boleh minum di sini." ucap Mu Gyul. "Ayo, cepat pulang."
"Selamat tinggal." So Young melambaikan tangan pada Mae Ri dan kedua temannya.
"Hey, apa ini? Kang Moo Gyul punya kekasih?" seru teman Mae Ri.
"Dia, sekelompok dengan mereka." jawab Mae Ri.
Teman-teman Mu Gyul tertawa saat Mae Ri dan kedua temannya menganggap So Young adalah pacar Mu Gyul.
"Aaahh. Itu Ibu kandungnya Mu Gyul!"
"Benarkah?!"
"Dan berapa umurnya?"
"Ibunya hamil saat dia berumur 17 tahun."
"Ini hal yang pribadi."
"17 tahun?"
"Ibu Mu Gyul juga tidak terlalu pintar. Dia selalu membantu permasalahan ibunya saat ibunya membuat masalah."
"Mae Ri Yah. Dia itu seperti ayahmu!"
"Seperti ayahku?" tanya Mae Ri.
"Kalau aku, mungkin aku tidak akan memperdulikan siapa perempuan itu."
"Mu Gyul itu memiliki hati yang lembut."
Ternyata So Young adalah ibu Mu Gyul, ckckcck.. sudah saya duga.. *menyipitkan mata*
"Ahh.. Dingin.. Dingin..." Mu Gyul baru saja datang dari mengantar ibunya.
"Kalian sedang membicarakan apa?" tanya Mu Gyul yang segera duduk di samping So Ra.
"Mu Gyul, minum." tawar teman Mu Gyul.
"Tidak terimakasih." jawab Mu Gyul, "Aku ingin berhenti meminum-minuman keras sementara waktu."
"Kau Mae Ri." tawar teman Mu Gyul pada Mae Ri.
"Ah, aku tidak ingin minum lagi. Aku selalu membuat masalah setiap kali aku minum." jawab Mae Ri menolak minuman yang diberikan teman Mu Gyul.
"Ada masalah apa? Kenapa kalian berdua menolak untuk minum?" tanya teman Mu Gyul yang heran dengan Mu Gyul, tidak biasanya dia menolak untuk minum-minum. "Kau baik-baik saja, Hyung?"
"Yeah, aku baik-baik saja." jawab Mu Gyul.
"Hey anak kecil, jangan biarkan hal itu mengganggumu." ucap salah satu teman Mu Gyul, teman Mu Gyul mengira bahwa Mu Gyul terlalu banyak memikirkan tentang keadaan ibunya.
"Siapa yang menganggu?" tanya Mu Gyul.
Suasana menjadi hening, seluruh teman Mu Gyul dan teman Mae Ri menatap ke arah Mu Gyul.
"Ada apa ini? Aku benar-benar tidak suka suasana seperti ini." jawab Mu Gyul.
"Ayo ubah suasana."
"Ayo kita bermain sebuah permainan."
"Ayo bermain! Sebuah permainan yang semua orang sangat senang memainkannya!"
"Sebuah game. apa.. Aku pertama!" ucap Mu Gyul mendahului, hahaa.. permainan ini, yang terakhir mendapatkan angka berarti dia harus minum.
yang lain berebut untuk mendapatkan angka.
"Keempat!"
"Ketiga!"
"Apa ini? Keempat! Ah, benar. Kelima!"
"Keenam! Mae Ri Yah, maaf." Jawab So Ra.
Mae Ri mendapat nomor terakhir dan ia harus minum.
"Minum." sorak yang lain.
Mae Ri terpaksa menghabiskan minuman itu.
"Habiskan, habiskan."
"Minum itu sekali teguk."
"Dia minum sampai habis."
"Kalian berada di satu grup." komando teman Mu Gyul.
Mereka melanjutkan permainan, aturannya adalah dengan mengangkat lima jari, salah satu dari mereka akan menanyakan pertanyaan, kalau merasa jawaban itu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, maka harus menurunkan satu jari.
"Siapa yang belum pernah berkencan sebelumnya, turunkan jarimu." Salah satu teman Mu Gyul melontarkan pertanyaan pertama.
"Apakah ada?" tanya yang lain.
"Ada." jawab Sora seraya tertawa melihat Mae Ri yang menunduk seraya menurunkan jarinya, itu artinya Mae Ri memang belum pernah berkencan selama hidupnya.
"Benarkah?" tanya Mu Gyul tidak percaya,
"Dan letakkan satu jarimu jika kau belum pernah berciuman." yang lain melontarkan pertanyaan.
"Kenapa kau tidak menurunkan jarimu? Cepat, lakukan." suruh teman Mae Ri pada Mae Ri.
"Hey."
"Hey, kau serius?"
Mae Ri kembali menurunkan jarinya, ia lagi-lagi menunduk malu.
"Turunkan jarimu jika kau adalah orang yang pernah melakukan ciuman dalam jumlah yang banyak!"
"Mu Gyul, turunkan jarimu."
"Dia yang sudah berpacaran dengan lebih dari 100 gadis dari SMA sampai sekarang."
Lagi-lagi Mu Gyul yang harus menurunkan jarinya.
"Tidak masuk akal. Bagaimana bisa 100 gadis?" ucap Mae Ri.
"Kalian yang ada di kelompok ini yang tidak pernah bisa memiliki hubungan lebih dari sebulan.
Kang Mu Gyul, turunkan jarimu."
"Ah, apa ini?!" Mu Gyul kesal.
"Haruskah aku membantu menurunkan jarimu."
"Ah, lupakan. Sekarang giliran aku yang bertanya." ucap Mu Gyul, hahaa.. pembalasan dendam pada Mae Ri. "Letakkan jari kalian, bagi yang sudah menikah."
Daaan, Mae Ri menurunkan jarinya, dan ia kalah karena ia yang pertama menurunkan semua jarinya.
"Kenapa kalian selalu meledekku?" tanya Mae Ri.
"Karena itu menyenangkan." jawab yang lain.
Teman Mu Gyul menuangkan minuman pada Mae Ri.
"Jika kau tidak bisa minum lagi, cari BLAK KNIGH untuk dirimu sendiri."
"Black Knight..!"
Black Knight itu seseorang yang rela menggantikan posisi Mae Ri untuk meminum minuman Mae Ri.
"Semoga berhasil."
"Mu Gyul Ah.." ucap Mae Ri seraya menyodorkan minumannya pada Mu Gyul.
"Tidak." jawab Mu Gyul jutek.
Mae Ri murung, akhirnya ia sendiri yang harus meminum minumannya.
"Hey, dia meminumnya lagi."
Semua akhirnya mabuk, tentu saja kecuali Mu Gyul. Dan Mu Gyul pula yang harus mengantarkan Mae Ri pulang.
"Awas kepalanya, awas kepalanya." Teman Mae Ri membantu Mu Gyul untuk menduduk Mae Ri dengan benar di mobil.
"Tunggu! Hati-hati."
"Kau tidak minum kan Mu Gyul. Aku mohon jaga dia!" ucap teman Mae Ri.
Mu Gyul membenarkar letak kepala Mae Ri yang tidak beraturan. Tiba-tiba handphone Mae Ri berdering.
Mae Ri yang masih dalam keadaan belum sadar total karena mabuk berat mengangkat telepon itu. "Ini ayahku." ucap Mae Ri pelan.
Mae Ri tidak menjawab telepon itu, ia membiarkan ayahnya bicara sendiri sedangkan Mae Ri malah tertidur.
Mae Ri, kau ada dimana? Apa kau masih bersama pria itu? Apa kau masih di tempat pria itu?
Kau selalu bersama dengan pria itu, tapi waktumu hanya sedikit bila bersama Jung In!
Ini sudah melanggar aturan, kau melanggar ketentuan jadwal malam yang sudah kita atur. Kau sebaiknya cepat pulang, Mae Ry!" Ucap Ayah Mae Ri kesal.
Mu Gyul mendengarkan telepon ayah Mae Ri.
Mu Gyul mengantarkan Mae Ri pulang dengan mobilnya. Tapi, Mu Gyul memang lagi engga beruntung, di tengah jalan mobilnya mogok.
Daan.. piggy back lagi.. yuhuu.. Mu Gyul menggendong Mae Ri. Ia kesusahan saat harus menaiki tanggal. Mae Ri masih tidak sadarkan diri, ia mengigau.
"Pria itu pikir, dia tahu segalanya! Pria itu benar-benar pria yang menyebalkan! Benar-benar orang yang mengerikan! Aku tidak dapat menikahi pria seperti itu. Tidak! Aku tidak akan!" ucap Mae Ri, ia membicarakan tentang Jung In.
"Benar, kau jangan menikahinya. Jangan." jawab Mu Gyul.
"Tentu tidak." kata Mae Ri.
"Dia benar-benar pria yang tidak menyenangkan." Mae Ri memukul punggung Mu Gyul.
Mu Gyul kesakitan. "Hey, sakit!"
"Hey, kenapa gadis sekecil kau sangat berat?" keluh Mu Gyul.
Hey, ini kali terakhir aku melakukan ini padamu. Lain kali, aku tidak akan peduli."
"Baiklah. Baik.." ucap Mae Ri.
"Oh, So Young! Ah, aku dalam perjalanan pulang sekarang. Aku sudah makan. Kau tidak mabuk lagi kan? Ya. Jangan khawatir, aku baik-baik saja. Tidurlah dengan nyenyak dan selamat tidur. Good Bye, Mom. " ucap Mu Gyul.
"Mom?" ucap Mae Ri. Ia jadi teringat ayahnya, Mae Ri tersenyum. "Maafkan aku ayah."
"Hey, aku bukan ayahmu." jawab Mu Gyul.
"Aku tahu.. Tapi kau tahu.. Ayah.. Aku benar-benar.. Benar-benar ingin melarikan diri.. Tapi, karena kita sudah membayar semua hutang kita, ayo kita bersenang-senang setelah 100 hari ketetapan itu selesai. Aku akan kembali bersekolah lagi dan aku akan lulus. Dan kemudian aku akan mendapatkan pekerjaan yang bagus. Aku akan membahagiakanmu ayah. Ayahku yang malang. Kau pasti sangat menderita..harus membesarkanku tanpa seorang ibu. Maafkan aku. " ucap Mae Ri dalam keadaan tidak sadar. Mu Gyul terdiam mendengar kata-kata Mae Ri itu. Mereka hampir punya cerita yang sama.
Ayah Mae Ri menunggu di luar, ia menunggu Mae Ri. Ayah Mae Ri sangat gelisah. "Jam berapa sekarang? Ahh.. Serius, ada apa dengannya?"
Dari kejauhan Mu Gyul terhuyung-huyung menggendong Mae Ri.
"Mae Ri Yah! Ah, Ya ampun.. Ada apa dengan Mae Ri ku? Eh?" Ayah Mae Ri panik melihat keadaan Mae Ri.
"Hello." sapa Mu Gyul
"Apa "hello"?!" kata Ayah Mae Ri dengan sinis.
"Kembalikan Mae Ri ku, cepat!" pinta Ayah Mae Ri.
"Tentu." ucap Mu Gyul seraya menurunkan Mae Ri. Mae Ri masih belum sadarkan diri.
Ayah Mae Ri menggendong Mae Ri."Ahh.. Berat sekali!" ucapnya.
"Kenapa kalian begitu banyak minum? Dan bagaimana bisa kau membiarkan Mae Ri seperti ini?" tanya Ayah Mae Ri.
"Maafkan aku." ucap Mu Gyul.
"Hey, Mae Ri Yah, bangun." kata Ayah pada Mae Ri. "Apa yang kau rencanakan dengan putriku?"
"Apa?"
"Kau sudah merusak putriku yang polos ini! Kau melarikan diri bersamanya dan menikahinya tanpa persetujuanku, betapa tidak bertanggung jawabnya dirimu, kau tega sekali melakukan hal ini pada putriku seperti ini? Huh?" ayah Mae Ri kesal.
Ayah Mae Ri hampir terjatuh saat menggendong Mae Ri. "Ah, benar-benar..
Oohh.. Jangan sentuh putriku.. Jangan sentuh.." ucapnya saat Mu Gyul mencoba untuk membantunya.
"Jangan sentuh.. Ahh.. benar-benar.. Eh? Seberapa jauh yang kalian lakukan?" Ayah Mae Ri berlanjut untuk mengintrogasi Mu Gyul.
"Apa maksudmu?" tanya Mu Gyul tidak mengerti.
"Katakan sejujurnya seperti seorang pria sejati. " ucap Ayah Mae Ri.
"Kau bisa berhenti mencemaskannya karena memang tidak ada yang terjadi." jawab Mu Gyul.
"Benarkah? Apa kau berkata jujur?" tanya Ayah Mae Ri tidak percaya.
"Ya." jawab Mu Gyul pasti.
"Liat lurus ke mataku." pinta Ayah Mae Ri.
awalnya Mu Gyul enggan untuk melakukan hal itu, tapi kemudian ia menatap lurus ke arah Ayah Mae Ri.. Jang Geun Suk oppa cute, saat menatap lurus ke arah Ayah Mae Ri, mata Mu Gyul berkedip-kedip.. Saya ngakak liatnyaa... XD
"Itu benar." jawab Ayah Mae Ri yang akhirnya percaya. "Baiklah. Sekarang, beri tahu aku nomor ponselmu."
"Nomor ponselku? Itu informasi pribadi."ucap Mu Gyul.
"Eh? Pribadi?"
"Baiklah, selama tinggal." Mu Gyul meninggalkan ayah Mae Ri.
"Lihat ke sini. Hey, nak diam di tempatmu! Kenapa pria itu membiarkanmu sampai seperti ini?
Menatap tidak sopan ke arahku saat orang dewasa berbicara. Pria itu sungguh tidak sopan. Aku tidak bisa membiarkannya seperti ini. Aaahh.. Benar!" ucap Ayah Mae Ri kesal karena Mu Gyul tidak menghentikan langkahnya tapi terus berjalan.
Mu Gyul sampai di tempat tinggalnya, ia kelelahan kemudian merebahkan diri di atas kasur. Mu Gyul melihat ke arah studio kecilnya, lalu Mu Gyul bangkit dan segera menyalakan peralatan di studio. Ia akan membuat sebuah lagu. Beberapa lama kemudian, Mu Gyul merasa kelelahan, ia meregangkan badanya. Laluuuuu...
Mu Gyul teringat Mae Ri. Ia teringat kata-kata Mae Ri.
"Jadi, Jenis musik apa yang ingin kau mainkan?" tanya Mae Ri.
"Sesuatu yang tidak memiliki unsur kebohongan." Jawab Mu Gyul.
"Sesuatu yang jujur? Seperti jenis musik yang memiliki unsur emosi yang murni?" ujar Mae Ri seraya tersenyum.
Seperti mendapat motivasi baru, Mu Gyul yang tadinya kelelahan sekarang menjadi sangat bersemangat. Ia kembali ke dalam kegiatannya mengarang lagu. Semangat oppa!
Pagi harinya di kamar Mae Ri. Ayah Mae Ri mengganti urutan 100 hari persetujuan yang di tempel di dinding. Mae Ri terbangun dengan kepala yang sakit.
"Hey, Wi Mae Ri. Sampai kapan kau akan terlibat masalah seperti ini?
"Aku tidak akan mabuk lagi. Aku berjanji, ayah." Mae Ri berjanji.
"Bagaimana bisa kau kembali ke tempat pria itu?" tanya Ayah Mae Ri dengan kesal. "Aku benar-benar tidak akan melepaskannya."
"Tidak, ayah. Tidak." cegah Mae Ri. "Dia tidak akan membuat kesalahan."
"Bagaimana bisa kau masih berpihak pada pria itu? Kau gila?" Ayah Mae Ri memukul Mae Ri. Hal itu membuat Mae Ri mual, ia akan muntah.
"Yah, yah.. Mae Ri Yah, kau baik-baik saja?" Ayah panik.
"Tidak, ayah. Hentikan." Jawab Mae Ri seraya menutup mulutnya.
"Kau baik-baik saja?" tanya ayah.
"Aku rasa aku akan mati, ayah." jawab Mae Ri sedih.
"Ah, coba ini sedikit saja.....coba ini sedikit, tak apa-apa dengan rasa sakit perutmu itu." Ayah Mae Ri menyuapkan sup buatannya.
"Aaahh.. Benar! Aku memang orang tua tunggal dan sampai saat ini aku masih harus membuatkan sup untuk putriku yang mabuk!" Ayah Mae Ri kesal, ia membanting sendok yang ia pegang.
"Maafkan aku ayah." Mae Ri menyesal.
"Berhenti untuk menemui pria itu, mulai dari sekarang!" seru Ayah Mae Ri. "Bagaimana bisa kau akan menikahi pria bodoh itu?"
"Selamat tinggal 100 hari ketetapan!" ucap Mae Ri seraya berbaring.
"Ah, tidak, Mae Ri Yah.. Cepat.. bangun..Tenangkan dirimu. Katu terlambat, kau harus pergi ke rumah Jung In." Ucap Ayah seraya membantu Mae Ri untuk bangun.
"Tidak, duduk. Makan ini." Ayah Mae Ri menyuapi sup lagi ketika Mae Ri lagi-lagi merasa mual.
"Aiggoo.. Berhenti minum.." nasehat ayah.
Di kantor Jung In, assisten Lee An dan Jung In sedang membicarakan tentang kerja sama mereka.
"Direktur, aku sudah menyiapkan soundtrack untuk drama kita, drama kita akan menggunakan indie band. Silakan diliat. Aku mengetahui banyak band indie." ucap asisten Lee An.
"Sepertinya ini ide yang sangat bagus, menggunakan band indie untuk OST. Jadi, aku ingin mengadakan perjanjian pribadi dengan orang-orang ini." jawab Jung In.
"Tentu. Lalu, aku akan mencari waktu luang di schedulemu dan mengaturnya untuk mengadakan pertemuan. Ahh.. Sejak kau yang menjadi musik direktur, aku yakin sekali kalau drama ini akan menjadi sangat sukses. " ucap asisten Lee An." Jung In tersenyum tipis mendengar pujian itu. Kau sudah mengkonfirmasi semua hal dengan Management Seo Jun?"
"Ya, dia tidak punya manager." jawab Asisten Lee An.
"Kita akan memulai dengan mengadakan pemotretan untuk poster teaser sekarang. Lalu, kita akan me-release teaser dan menghubungi para pemain secara bersamaan." perintah Jung In.
"Ya, direktur. Ah, kemudian, aku harus pergi ke studio untuk menyiapkan semuanya." asisten Lee An pamit undur diri.
Kemudian Mae Ri datang. "Maafkan aku, aku telat." ucap Mae Ri.
Saat assisten Lee An hendak keluar ia memperhatikan Mae Ri, asisten Lee An menatap sinis ke arah Mae Ri, Mae Ri hanya menunduk.
"Apa kau sakit?" tanya Jung In.
"Maaf? Ah, ya, ada sesuatu yang terjadi kemarin. Maafkan aku, hal itu tidak akan terjadi lagi." ujar Mae Ri dengan sopan.
"Baiklah. Kau bisa kembali pulang." ujar Jung In, ia sibuk dengan dokumen-dokumennya.
"Maaf?" Mae Ri tidak mengerti, kenapa ia harus pulang, Mae Ri kan baru datang.
"Karena kau sedang tidak enak badan, pulanglah dan istirahat." ucap Jung In.
"Direktur... Aku tidak menyuruhmu untuk memperlakukanku seperti ini." ujar Mae Ri kesal.
"Aku hanya tidak dapat memutuskan pekerjaan jenis apa yang harus aku tetapkan untukmu." jelas Jung In.
"Pada akhirnya, kita tidak akan menikah, jadi jangan ada yang disembunyikan. Aku dapat melakukan apa saja yang kau suruh. Tidak ada pekerjaan paruh waktu yang belum aku kerjaan selama hidupku. Seperti, asisten di toko buku, memberikan selembaran, keamanan, sekretaris, aku dapat melakukan segala hal. Aku rasa aku hanya membuang-buang waktu dengan hanya menjaga sebuah ruangan kosong. Jadi, tolong berikan aku pekerjaan yang menurutmu cocok untukku." ujar Mae Ri panjang lebar, ia tidak ingin dipandang rendah oleh Jung In, tidak menyurh Mae Ri bekerja sama saja menganggap kalau Mae Ri tidak bisa melakukan apa-apa.
Di studio, Seo Jun, Lee An, Jung In dan beberapa crew lainnya sedang melihat hasil pemotretan yang baru saja mereka lakukan.
"Ah, foto itu cukup bagus, kan?" tanya Lee An pada Seo Jung.
"Aku tidak terlalu menyukainya. Lampu latarnya terlalu gelap." jawab Seo Jun.
"Kita masih punya banyak waktu, jadi silakan kalian mendiskusikannya dengan baik, dan ambil gambar yang banyak sesuai dengan keinginanmu." ucap Jung In.
"Wow,, ini sangat keren! Hey, apakah kau benar-benar akan datang suatu hari? Kang Mu Gyul, ini adalah Jackpot." ucap salah seorang teman Mu Gyul yang mendengarkan lagu Mu Gyul.
"Ada apa dengan Re-Oh? Kita dapat menemuinya dimana-mana. Ah, ada apa dengannya? Dia tidak menjawab teleponku." ujar salah satu teman mu gyul yang lain.
"Dia akan ada di sini sebentar lagi." ucap Mu Gyul yang sedang memainkan gitarnya.
"Kita perlu latihan sebelum kita tampil di panggung nanti. Ini serius, ada apa dengan orang bodoh itu?"
"Ayo, kita latihan sendiri dulu. Hyung, kau tahu bagaimana cara memainkan drum." ucap Mu Gyul.
"Hey, sudah lama sekali aku tidak melatih cara bermain drum ku. Sepertinya hasilnya tidak akan bagus." jawab teman Mu Gyul.
"Tubuhmu tidak akan melupakannya. Cobalah." Mu Gyul menyarankan agar temannya itu mengganti temannya yang belum datang. (I don't know the name)
"Okey, aku akan mencobanya. Okey."
Di studio Seo Jun dan Lee An sedang melakukan pemotretan.
"Bagaimana menurutmu dengan gaun ini?" tanya salah satu penata rias pada Seo Jun
"Aku menyukainya." jawab Seo Jun, Seo jun sedang melihat fotonya bersama Mu Gyul beberapa tahun yang lalu. Seo Jun ini adalah mantan Mu Gyul. Mantan yang masih sangat menyukai Mu Gyul, Mu Gyul juga sepertinya sama.
"Tata rambutku nanti lagi saja." ucap Seo Jun pada penata rias.
Seo Jun menghubungi Mu Gyul.
"Sudah lama sekali, Ada apa?" tanya Mu Gyul.
"Kang Mu Gyul, kau melakukan segalanya dengan sangat baik?" ujar Seo Jun. "Aku sedang mengerjakan drama baru."
"Benarkah?"
"Ini hanya tentang kehidupan sebuah band indie. Aku menelponmu, karena aku memikirkanmu." ucap Seo Jun.
"Akan ada pertarungan popularitas lagi." ucap Mu Gyul.
"Aku kira begitu."
"Hati-hati. Jaga dirimu, jangan sampai sakit saat kau shooting." kata Mu Gyul.
"Tentu, itu tidak akan terjadi." kata Seo Jun. "Aku sangat bekerja keras akhir-akhir ini."
Dan semuanya menjadi hening, Mu Gyul dan Seo Jun sama-sama canggung.
"Hello?" ucap Seo Jun mengakhiri keheningan.
"Yeah, aku masih mendengarkan." kata Mu Gyul.
"Ada apa ini? Rasanya canggung sekali, sudah lama kita tidak berbicara seperti ini." ungkap Seo jun.
"Ya." jawab Mu Gyul singkat. Mu Gyul terlihat menikmati pembicaraan itu, ia juga terlihat canggung.
"Aku sudah melihat pertunjukkanmu." kata Seo Jun.
"Aku tahu." jawab Mu Gyul. "Dengar, ini sudah hampir waktunya aku harus tampil."
"Ah, okay. Good Luck! Aku juga harus segera pemotetran. Baiklah, aku akan menghubungimu nanti. Bye." Seo Jun menutup teleponnya lebih dulu, ia sangat gugup ternyata.
"Ya, aku mengerti." ucap Jung In pada asistennya. Kemudian ponsel Jung In berdering. "Hello?" Jung In tanpa sengaja melihat Mae Ri sedang membagikan makanan. Jung In memperhatikannya terus, seraya menerima panggilan via handphone.
"Maaf.... Ini untukmu." ujar Mae Ri pada crew seraya memberikan minuman.
"Terima kasih."
"Aku akan menikmatinya."
Mae Ri tersenyum senang karena ia sudah selesai membagikan makanan. Mae Ri melihat Seo Jun duduk sendiri, Mae Ri segera menghampiri Seo Jun dan memberikan sebotol air pegunungan dan kotak makanan.
"Ya. Maaf, permisi. Ini, selamat menikmati. Ini air pegunungannya." ucap Mae Ri seraya memberikannya.
"Aku sangat haus. Kau baik sekali." ucap Seo Jun seraya meminum air itu.
"Karena aku penggemarmu." jawab Mae Ri.
"Dan, film mana yang aku perankan yang paling kau suka?" tanya Seo Jun penasaran sejauh mana Mae Ri menggemarinya.
"Ohh.. Film saat kau melakukan shooting di Jepang dua tahun lalu." jawab Mae Ri dengan semangat.
"Dan, bagaimana kau tahu hal itu? Tidak banyak orang yang tahu hal itu." tanya Seo Jun heran.
"Aku ingat saat kau bernyanyi di film itu dan karaktermu sungguh sangat keren." ucap Mae Ri seraya tersenyum.
"Kau benar, itulah kenapa aku memilih drama ini." jawab Seo Jun.
"Apakah itu artinya kau akan bernyanyi didrama ini juga?" tanya Mae Ri. "Aaah.. Sebuah musik drama."
"Hari ini pemotretan tentang konsep untuk drama. Konsep pemotretannya tentang seorang kekasih penyanyi rock." jelas Seo Jun.
"Terdengar sangat menyenangkan." ucap Mae Ri. "Aku akan melihatnya."
"Tapi, kau tahu, aku memiliki banyak fans yang tidak menyukaiku." kata Seo Jun.
"Tenanglah, itu hanya isu yang tidak benar. Jangan khawatir tentang hal itu." Mae Ri mencoba meyakinkan Seo Jun kalau semuanya baik-baik saja.
"Aku sedikit terluka karena hal itu. Tapi, terima kasih." jawab Seo Jun.
Kemudian asisten Lee An yang jelas-jelas tidak menyukai Mae Ri datang, ia melihat sinis ke arah Mae Ri.
"Apa yang kau lakukan?" tanya asisten itu pada Mae Ri.
"Aku lebih baik kembali bekerja." jawab Mae Ri.
"Good Luck!" ucap Mae Ri seraya mengepalkan tangan ke udara tanda semangat.
"Ya." ucap Seo Jun seraya tersenyum.
"Bukankah asisten itu sangat baik?" ujar Seo Jun.
"Apa maksudmu "baik"?" tanya asisten Lee An. "Dia sangat menakutkan."
"Kenapa?"
"Apa yang keliatan baik darinya? Dia hanya berpura-pura baik di depanmu saja."
"Tidak."
"Dia memintamu untuk memberikan tanda tanganmu padanya, bukan? Dia menjadi asisten seperti itu karena dia hanya ingin bertemu dengan banyak artis. Tapi, sepertinya dia salah satu orang yang menyebarkan rumor yang tidak benar dengan sumber yang tidak jelas dan tidak penting."
"Ehh.. Tidak masuk akal." ucap Seo Jun.
Seo Jun dan asisten Lee An melihat ke arah Mae Ri yang sedang membagikan makanan pada crew yang lain.
Di toilet wanita, Mae Ri sedang mengirim sms, ia mendengar pembicaraan telepon seorang wanita yang sedang membicarakan tentang Seo Jun, wanita itu berbicara sinis tentang Seo Jun.
"Aaahh.. Dia seperti ular berkepala dua! Dan dia pikir, dia bintang yang besar, lihatlah cara dia berpakaian. Emas, emas di bagian atas. Dia mungkin seorang anak perempuan yang ke dua. Dia bohong saat dia mengatakan kalau dia lulusan dari USA, dia mungkin hanya mendapatkan gelar diploma dengan cara yang tidak benar. Aku tahu. Kenapa dia mesti membuat keributan saat memainkan sebuah drama, ketika dia merusak segalanya satu tahun lalu? Hey, aku dapat informasi ini dari orang-orang production itu sendiri. Dia mungkin merayu direktur untuk mendapatkan peran ini dan sekarang dia bilang, dia adalah kekasih direktur. Benar, tentu saja tanpa ada sponsor, kita akan menonton sebuah "X-file"!" ucap wanita itu berbicara dengan seseorang lewat telepon.
"Apa ini? Komentarnya sangat tidak mengenakan." ucap Mae Ri pelan mengomentari pembicaraan wanita itu.
"Tunggu sebentar. Aku lebih baik menelpon ayahku dan memberitahunya kalau aku akan datang terlambat." Mae Ri segera menelpon ayahnya.
"Aku bilang padamu, dia bergantung pada sponsornya untuk mendapatkan popularitas. Itu benar, kalau tidak, bagaimana bisa dia terlibat dalam film yang dibuat di Jepang itu. Tentu." wanita itu keluar dari kamar mandi lalu mencuci tangannya disamping Mae Ri, Mae Ri tahu wanita itu, pekerja asisten di studio juga. Wanita itu masih saja berbicara sampai meninggalkan toilet.
Kemudian, ternyataaaa.. Seo Jun mendengar semuanya, ia keluar dari kamar mandi dan melihat Mae Ri sedang menelpon. Tentu saja Seo Jun pikir, Mae Ri lah yang berkata-kata sinis seperti itu. Seo jun menatap Mae Ri dengan marah, ia lalu menghampiri Mae Ri dan mengambil handphone Mae Ri lalu membantingnya ke arah kaca.
"Apa yang kau lakukan? Kenapa kau melakukan hal itu?" ucap Mae Ri.
"Apakah kau juga harus bertanya?" ujar Seo Jun seraya keluar dari toilet.
Kaca bekas lemparan handphone itu menjadi retak.
Seo Jun keluar dari toilet dengan emosi yang masih tidak baik, ia berjalan ke arah studio. Penata rias yang melihat rambut Seo jun yang tidak tertata rapi langsung menghampiri Seo Jun, "Oh, rambutmu.." ucap penata rias.
"Ahh.. Jangan ganggu aku!" dengan kesal Seo Jun mendorong penata rias itu hingga terjatuh.
"Seo Jun ssi!"
"Aku tidak dapat shooting sekarang, aku butuh udara segar." ucap Seo Jun.
"Apa yang terjadi?" Jung In datang dan bertanya pada asisten Lee An.
"Aku tidak tahu dia sangat marah." ucap asisten Lee An.
"Yaah.. Ini kali pertama aku melihatnya seperti itu." jawab Lee An.
"Ada apa ini? Dia bertingkah seperti itu setelah keluar dari kamar mandi."
"Kalian sedang apa? Bisakah kita memulai shooting sekarang?" ucap kameramen.
"Silakan dan mulailah menyiapkan rencana untuk set pertama berikutnya." kata Jung In memberi perintah.
"Kenapa semua ini terjadi tiba-tiba seperti ini?" tanya asisten Lee An.
Melihat Seo Jun pergi, Lee An segera menyusulnya.
Seo Jun berjalan di tengah keramaian, Jung In mengikutinya dari belakang. Ternyata Seo Jun datang ke sebuah kafe dimana tempat Mu Gyul sedang mengadakan konser. Seo Jun duduk lalu memesan minuman air putih. Seo Jun terus memperhatikan Mu Gyul dari jauh.
Direktur pun sampai di restaurant tempat Mu Gyul tampil, ia melihat Seo Jun yang sedang memperhatikan Mu Gyul. Jung In pun melihat ke arah Mu Gyul. Kemudia asisten Lee An juga ikut datang.
"Direktur!" ucap Asisten Lee An. "Direktur, kau di sini? Oh! Seo Jun ssi! " Asisten Lee An hendak menghampiri Seo Jun tapi dicegah oleh Jung In.
Mu Gyul tampil dengan personel yang tidak lengkap, salah satu temannya yang berada di posisi drummer tidak datang, hal ini mengakibatkan keseluruhan konser itu jadi tidak berjalan lancar. Tapi Mu Gyul bisa mengatasi hal itu dengan bernyanyi akustik. Keeren.. :D
"Direktur, kau buang-buang waktu menonton pertunjukan ini.Vokalisnya sungguh mudah menyerah. Dia benar-benar tidak memiliki sopan santun dan bakat. Ayo kita pergi saja.
Direktur, ayo pergi dari sini. " ucap asisten Lee An.
Jung In memegang pundak Seo Jun dan Seo Jun tersenyum ke arah Jung In, "ayo kita kembali" ucap Seo Jun seraya tersenyum, ternyata dengan hanya melihat Mu Gyul, perasaan Seo Jun jadi kembali normal.. huhuuu.
"Kau bisa pergi duluan, aku akan melihat pertunjukkan ini sedikit lebih lama." ucap Direktur.
Para personel masuk ke ruang make up, mereka sudah selesai tampil.
"Apa yang dia lakukan? Konser berakhir, dimana dia?! Ah, benar-benar! " ucap salah seorang teman Mu Gyul yang tidak puas dengan konser yang berakhir dengan tidak baik.
Kemudian pemain drum datang dan ia memanggil teman-temannya dari pintu, "Hyung!"
"Hey.. Hey.. Hey..! Ah.. benar-benar." salah satu temannya melempar handuk ke arah pemain drum itu.
"Aku sungguh-sungguh minta maaf. Aku kecelakaan saat aku menuju ke sini." pemain drum itu memperlihatkan luka serius di tangannya.
"Apa yang terjadi dengan tanganmu?"
"Kau pasti menghadapi waktu-waktu yang sulit karena aku? Maafkan aku."
"Kenapa kau harus minta maaf? Kenapa kau harus minta maaf kalau kau yang terluka seperti itu?" ucap Mu Gyul.
"Hey, Mu Gyul Ah.. Kami sangat minta maaf, karena kami tidak melakukan yang terbaik untuk konser kita kali ini."
"Aku sudah katakan, semua itu tidak apa-apa, kenapa kalian masih minta maaf juga? Kau sudah melakukan yang terbaik, jadi kenapa kalian meminta maaf seperti itu?!" kata Mu Gyul dengan kesal. Mu Gyul kesal lalu mengambil gitarnya dan pergi. Mu Gyul itu tipe orang yang setia kawan, dia bener-bener care sama bandnya.
"Hyung!"
"Apakan lenganmu baik-baik saja? Kau harus lebih berhati-hati."
Jung In menunggu Mu Gyul di luar ruangan. Saat Mu Gyul keluar ruangan Jung In mencegatnya. "Permisi." ucap Jung In.
Mu Gyul menatap tak bersahabat ke arah Jung In. Jung In menyodorkan kartu nama perusahaannya. Teman-teman Mu Gyul datang untuk menyusul Mu Gyul, mereka melihat Jung In.
"Siapa kau? Jl Entertaiment? Ahh.. Apakah kau ke sini untuk mempromosikan kami?" ucap salah satu teman Mu Gyul. Mu Gyul yang sedang kesal segera pergi.
"Kita harus bicara! Tunggu." cegah Jung In tapi Mu Gyul terus berjalan tanpa menghiraukan mereka.
"Perasaannya sedang tidak membaik sekarang, tapi kau dapat membicarakan hal itu padaku. Aku pemimpin di band ini, kau dapat memanggilku dengan nama Ri-No." mereka memperkenal diri mereka masing-masing.
"Aku Yo Han."
"Dan aku Re-Oh."
"Aku tidak tertarik pada band amatir." ucap Jung In.
Mu Gyul dan ketiga personel bandnya berada di kedai minuman, mereka mabuk bersama.
"Ya! Kita adalah sebuah band amatir, jadi apa yang harus dilakukan.."
"Hey, ini sudah lebih dari 7 tahun kita membuat band ini, dari sejak awal kita membuatnya."
"Aku benar-benar merasa senang saat kita SMA dulu."
"Aku tidak terlalu ingat dengan masa-masa itu." ucap Mu Gyul.
"Benarkah, kau masih melupakannya?"
"Aku tahu. Kalau saja kita bisa kembali ke masa itu saat kita hanya hidup dengan impian musik kita. Yeah, tapi beruntung kita meninggalkannya, dan tidak beruntungnya kita jadi semakin tua.
Semua teman kita sudah menikah satu demi satu. Bisakah kita seperti ini sampai akhir hidup kita? Hey, Kang Mu Gyul, Kau tidak seperti kita. Kau memiliki keduanya, bakat dan penampilan. Jujurlah, kau tidak harus bersama kami."
"Kenapa tidak?" tanya Mu Gyul seraya meneguk minumannya.
"Karena kau hanya akan membuang-buang waktu saja. Kau harus menghadapi kenyataan.
Kenyataan.."
"Apa maksudmu dengan kenyataan? Apakah semua ini nyata?" Mu Gyul mabuk berat ia membanting gelas.
"Semuanya sempurna! Tidak ada masalah sama sekali!"
Mereka keluar dari kedai minuman dalam keadaan mabuk. "Kita akan menjadi band besar!
Hey.. Hey! "
"Kecepatan dan Sikap!"
"Benar, kecepatan dan sikap!"
"Yah..! Meskipun kita harus mengakhiri semua hal yang berkaitan dengan musik, jangan pernah melupakan rock metal kita!"
"Kau harus berlatih keras!"
"Okay.. Okay.. Okay.."
"Dan kau, kau lebih baik memikirkan tentang pernikahan."
"Dan kau, Mu Gyul, kau orang bodoh."
"Memang, pergilah ke Jl Entertaiment."
"Aku.. Tentu saja aku akan pulang ke rumah." ucap Mu Gyul.
"Kau sungguh tidak bertanggung jawab!" ucap Mu Gyul, ia akhirnya jalan ke rumah tanpa ditemani teman-temannya.
"Pergilah kalian kemana saja kalian mau?! Kenyataan, kenyataan.. Kalian berani sekali bicara tentang kenyataan dengan ku.. Keyakinan, harapan dan cinta.
Yang paling penting adalah.." ucap Mu Gyul mabuk.
"Baiklah ituu..." Mu Gyul duduk di pinggir jalan, Mu Gyul mendapat sms dari Mae Ri. "Oh! Aku dapet pesan dari Merry Christmas.."
Isi sms dari Mae Ri :
Kang Mu Gyul, terima kasih untuk kemarin, dan juga maafkan aku.
Kau pasti sangat lelah karena aku, jadi pastikan dirimu pulang kerumah dan beristirahat.
Kau tidak minum lagi kan? Kau bilang kau tidak minum lagi karena pekerjaanmu, benarkah?
"Aku minum lagi." ujar Mu Gyul seraya tersenyum tipis.
Jangan bertingkah sombong karena kau masih mudah, perhatikan kondisi tubuhmu.
Jika kau ingin mengerjakan musikmu selamanya, kau juga harus memperhatikan kondisi kesehatan tubuhmu dari sekarang.
"Selamanya?" Mu Gyul bertanya pada dirinya sendiri.
Bye!
Merry Chirstmas!
Yawwz..!
Mu Gyul tersenyum lagiiii dan ia mencoba menghubungi Mae Ri, tapi oleh Mae Ri tak kunjung diangkat.
"Angkat teleponku, Merry Chirstmas.."
Tiba-tiba Jung In datang menghampiri Mu Gyul.
Di studio, seluruh crew termasuk Mae Ri masih sibuk bekerja. Kali ini pemotretan Seo Jun dengan Lee An.
"Lebih dekat lagi, dekatkan kamernya.. Okay. Sekarang, sedikit mendekat pada Seo Jun. Dekat, lebih dekat lagi. Okay." cameramen mengarahkan gaya Seo Jun dan Lee An.
"Dia benar-benar cantik." ucap salah satu staff.
"Okay, ayo kita lanjutkan nanti setelah makan. Istirahat!" kata cameramen.
Mae Ri segera membagikan makanan untuk para crew.
"Ini, makan malammu." kata Mae Ri.
"Terima kasih."
Mae Ri melihat Seo Jun dari kejauhan, Seo Jun sedang berbicara dengan Lee An dan asistennya. Mae Ri menghampiri Seo Jun, ia membawakan makanan dan air mineral.
"Apa ini?" tanya asisten Lee An dengan sinis. "Apa yang baru saja terjadi di kamar mandi?"
"Tolong jangan memanggilku dengan cara seperti itu, umurku 24 tahun." kata Mae Ri.
"Lihat, dia sangat kasar." ucap asisten Lee An dengan berbisik pada Seo Jun.
"Kau pasti salahpaham. Itu bukan aku." ujar Mae Ri.
"Lalu, siapa?" tanya Seo Jun.
Mae Ri melihat ke arah wanita yang ia lihat di toilet, wanita itu ketakutan.
"Aku yakin ada hal yang lebih baik kau simpan untuk dirimu sendiri meskipun itu adalah kesalahan atau kekesalan. Aku hanya ingin meyakinkanmu sekali lagi bahwa. Itu bukan aku. Namun, aku dapat mengerti kenapa kau bisa salah paham padaku seperti itu.
Dan aku dapat mengerti alasanmu kenapa kau melakukan hal itu padaku, kau memang harus melakukan hal itu jika kau berada di situasi seperti itu. Jadi, aku sangat mengerti tentang hal itu. Dan karena kita akan melakukan banyak hal secara bersamaan karena kita berada di dalam satu kantor, aku lebih memilih untuk menyelesaikan masalah ini, agar semuanya kembali terasa nyaman satu sama lain." ucap Mae Ri dengan tulus.
"Apa yang baru saja kau katakan?" tanya asisten Lee An.
"Ini, aku bawakan makanan." Mae Ri menyodorkan makanan dan air mineral, berharap Seo Jun mau menerimanya. "Kau tidak boleh lapar karena kau akan melakukan pemotretan sepanjang malam. Dan ini, air dari pegunungan."
"Oohh.. Ini benar-benar lelucon." ujar Lee An.
Jung In dan Mu Gyul sedang berbicara di sebuah kedai, Jung In suka cara bernyanyi Mu Gyul dan tentu saja, ia ingin agar Mu Gyul bergabung dalam pembuatan produksi dramanya ini."Apa yang kau tau tentang band kami?" tanya Mu Gyul.
"Sesuai dengan apa yang aku ketahui, bahwa band indie tidak pernah dikenal di luar Hong Dae." jawab Mu Gyul.
"Ini wilayah kekuasaan kami dan kami di sini untuk membuat music."
"Tapi, tidak ada alasan untuk membiarkanmu terkunci dengan talenta dirimu sendiri dengan hanya tampil di sebuah bar? Di sisi lain mungkin itu ada untungnya juga, tapi lebih ke dalam hal yang tidak serius, artinya selama kau bermain di bar, itu artinya bandmu hanya sebatas band bar tanpa ada kemajuan apapun."
"Hanya seperti ini, sebuah band dapat menjadi bagian dari kehidupan." jawab Mu Gyul.
"Itu benar untuk orang-orang yang hanya mengikuti arus. Tapi aku tidak seperti itu." kata Jung In.
"Jadi, sebenarnya apa yang kau inginkan dariku?"
"Aku rasa aku bisa merasakan sesuatu saat kau pentas, rasa dan gayamu saat pentas tadi terlihat sangat menghidupkan suasana dan musik yang kau bawakan sungguh sangat hidup. Tidak kurang dan tidak lebih."
"Kau terlalu membesar-besarkan." ungkap Mu Gyul. "Tapi jika waktunya nanti datang, kau juga pasti akan menyuruhku untuk memakai pakaian yang konyo dan memintaku untuk lip sync."
"Sudah jelas sekali kau masih perlu rasa percaya diri yang kuat di penampilanmu. Tidak peduli, sejauh mana talenta dan kemampuan, kau masih kurang percaya diri?" ujar Jung In.
"Apakah masih ada nilai komersial yang tersisa dalam bakat dan kemampuan?"
"Untukku mental seorang roker adalah yang utama."
"Sebuah perusahaan yang hanya mengetahui tentang keuntungan.. tau tentang rock mental?" tanya Mu Gyul seraya mengangkat gelasnya.
Mae Ri berjalan lesu sesudah pulang dari tempat kerjanya, mukanya pucat karena ia bekerja sampai larut.
"Hey!" bentak ayah Mae Ri yang melihat Mae Ri datang. "Apa yang kau lakukan di sini, bukankah kau pergi kantor?"
"Mereka mengatakan kalau aku tidak harus pergi ke kantor hari ini karena kami sudah bekerja keras sampai malam." jawab Mae Ri.
"Dan kenapa kau harus bekerja keras sampai malam?" tanya ayah. "Aku menyuruhmu ke sana, jadi kau bisa tinggal di kantor bersama Jung in."
"Aku lelah, aku akan tidur, ayah." ucap Mae Ri segera menuju rumahnya.
"Hey.. hey.. kemana kau pergi?" ayah mencegah Mae Ri untuk masuk rumah. "Jung In mungkin sudah pergi ke tempat kerjanya, jadi pergi saja ketempatnya dan tidur di sana. Pergi dan tidur siang, setelah itu kau bisa bangun dan makan siang bersamanya."
"Dad! Kenapa kau seperti ini?" tanya Mae Ri kesal.
"Kau sudah berjanji untuk menepati janjimu saat menandatangi surat perjanjian itu. Kau hanya bisa bermimpi kalau kau berkelakuan seperti ini selama 100 hari. Jadi, kau harus segera pergi." kata Ayah.
"Aku bilang, aku akan melakukan hal itu. Tapi, paling tidak aku harus mengganti bajuku dulu? Bau sekali baju ini." kata Mae Ri segera masuk rumahnya.
Mu Gyul berada di kamar Jung In, setelah mabuk kemarin, Jung in membawa Mu Gyul ke rumahnya agar Mu Gyul bisa beristirahat.
"Dimana aku?" tanya Mu Gyul pada dirinya sendiri.
Jung In baru saja mandi, oppa cool, rambutnya basah XP
"Kau sudah bangun. Kau tidak ingat apa yang terjadi tadi malam?" tanya Jung In seraya meminum air dari botol.
Mu Gyul mencoba mengingat apa yang terjadi kemarin.
"Aku benar-benar benci dingin, tapi aku tidak memiliki pemanas ruangan di rumah. Gitarku.."
Mae Ri malas untuk bertemu Jung In, yang ia butuhkan sekarang adalah tidur. Unnie, tabahkan hatimu. XD
"Orang bodoh itu pasti sudah berangkat bekerja sekarang?" ucap Mae Ri seraya tersenyum pada dirinya sendiri, Mae Ri membuka pintu. "Aku harus segera pergi dan tidur."
"Kau menulis semua lagumu sendiri, benar? Dimana kau melakukan rekaman?" tanya Jung in, ia sangat tertarik dengan lagu-lagu yang dinyanyikan Mu Gyul.
"Aku bekerja di rumah." jawab Mu Gyul.
"Jadi, kau melakukannya semuanya itu dirumah? Benar-benar seperti band indie pada umumnya." ujar Jung In, handphone Jung In berdering, ia mengangkatnya.
"Ya? Ayo buat jadwal pertemuan sekitar jam 1 siang. Dan tolong siapkan foto-foto yang telah selesai di ambil di studio kemarin."
"Aku benar-benar akan mati. Ayo, tidur siang dulu sebentar." Mae Ri membuka sepatunya dan tidur di atas sofa.
"Bagaimana perasaanmu? Tampaknya kau sangat mabutk semalam" ujar Jung In. Mae Ri yang mendengar suara Jung In segera bangun dari tidurnya.
"Apa? Dia belum pergi bekerja." lanjut Jung In lagi. Dari ruang tamu tempat Mae Ri duduk, Mae Ri dapat mendengar pembicaraan Jung In.
"Aku pikir kita cocok satu sama lain." kata Jung In pada Mu Gyul. Jelas saja Mae Ri kaget, Mae Ri berpikir Jung In benar-benar seorang gay.
"Apa dia benar-benar gay?" tanya Mae Ri pada dirinya sendiri.
Mae Ri mengendap-endap menuju sumber suara, sumber suara ada di kamar Jung in.
"Bukankah kita semalam sudah setuju kalau kita memerlukan satu sama lain?" tanya Jung in.
"Tertangkap basah.!" bisik Mae Ri pada dirinya sendiri saat melihat Jung in dengan Mu Gyul. Mae Ri melihat Jung In dan Mu Gyul membelakangi mereka, jadi Mae Ri tidak tahu kalau pria yang ada di kamar Jung In itu adalah Mu Gyul.
"Ini akan sangat melelahkan. 100 hari ketetapan hanya tinggal sejarah sekarang." Mae Ri tersenyum.
"untuk bekerja sama denganku. Kita akan menjadi partners yang sangat cocok." kata Jung in.
"Benarkah?" Jawab Mu Gyul.
Mae Ri mendekat ke arah Jung In dan Mu Gyul, ia langsung menyadari kalau pria itu adalah Mu Gyul.
"Kang Mu Gyul?!" Mae Ri sangat terkejut, ia menunjuk ke arah Mu Gyul.
"Hey, Merry Chirstmas, kau..!" Mu Gyul sama terkejutnya dengan Mae Ri. "Hei, apa yang kau lakukan di sini?"
Mae Ri tentu saja salah sangka. Mae Ri kira Mu Gyul dan Jung In memang memiliki hubungan khusus, tapi ternyata Mu Gyul dan Jung In hanya memiliki hubungan sebatas urusan bisnis.
"Kalian berdua.. saling mengenal?" tanya Jung in, ia tampak tidak terkejut.
"Dia adalah suamiku." seru Mae Ri seraya menghampiri Mu Gyul.
"Kau pria yang dinikahi Mae Ri..." ujar Jung In pada Mu Gyul.
"Kau pria yang dinikahi Mae Ri secara tersurat?" ujar Mu Gyul pada Jung In.
"Honey...!" seru Mae Ri.