RSS

Sinopsis Marry Me, Mary / Mary Stayed Out All Night episode 1

Upacara pernikahan dimulai. Saat mempelai pria dan wanita memasuki pelataran, seluruh undangan bertepuk tangan. Mempelai wanita terlihat anggun dan sangat cantik dengan gaun pengantin putih dan buket bunga cantik, ia melangkah ke pelataran tanpa menggunakan alas kaki. Sedangkan sang mempelai pria terlihat sangat tampan. Mae-Ri tersenyum senang, ia sangat bahagia.



Dua sahabat Mae-Ri melambaikan tangan ke arah Mae-Ri, Mae-ri tersenyum senang dan membalas melambaikan tangan.






Saat hendak mengucapkan janji pernikahan, tiba-tiba Ayah Mae-Ri datang dan berseru, "Hentikan! Pernikahan ini batal"
"Ayah?" Mae-Ri kaget.
"Apa yang ia bicarakan" seru para tamu undangan. "Apa yang sebenarnya terjadi?
Ayah Mae Ri datang dengan membawa Jung In, ia memaksakan untuk menyatukan tangan Mae Ri dan Jung In.
Mae Ri menolak,"Ayah, apa yang kau lakukan?"



Tangan Mae Ri dan Jung In saling menggenggam, Mae Ri mencoba melepaskan gengaman tangan itu tapi sulit.



Tiba-tiba pelataran menjadi suram dan berubah menjadi horor. Ayah Mae Ri dan Ayah Jung In berubah menjadi sangat menakutkan. Jung In bertingkah seperti robot, kepalanya memutar 180 derajat. Mae Ri ketakutan dan ia menjerit, "aaaaaaaa!!!"


Semua kembali ke keadaan normal, scene di atas seperti sebuah prolog dari suatu drama. ^ ^



Mae Ri mengarahkan para petugas pengangkut barang untuk berhati-hati membawa barang-barangnya.
"Tas-tas yang di ruangan kecil juga!" ungkap Mae Ri.
"Satu, dua, tiga! Hati-hati bagian atasnya." petugas mengangkat kulkas.
"Aigoo, ini lebih berat dari yang kita lihat. Sini, biar aku bantu membawakannya." Mae Ri ikut sibuk membantu petugas.




Semua perabotan rumah milik Mae Ri sudah dibawa oleh petugas lelang, Mae Ri duduk di atas sofa yang terdapat tanda penyitaan barang.
"Sofa ini juga?" ungkap salah satu petugas.
"Ah, ia." Mae Ri langsung bangkit dari duduknya.
"Angkat bagian pinggirnya." Petugas membawa sofa itu.




"Hati-hati, hati-hati." ungkap Mae Ri saat melihat sofanya dibawa ke truck. "Ahjusshi, untuk barang yang itu harganya lebih mahal dari kelihatannya. Itu mahal."
"Kerja yang baik, Ahjusshi. Semoga selamat sampai tujuan!" Mae Ri melambaikan tangan saat mobil pengangkut barang pergi menjauh.




Mae Ri menutup jendela. Ia masuk ke dalam ruangannya seraya mencopot kedua sarung tangannya.
Mae Ri melihat ke sekeliling, ruangan itu sudah tampak sangat kosong, tidak ada barang satu pun. Hanya ada foto keluarga yang tertempel di dinding.
Mae Ri duduk merenung, ia menghela nafas panjang, kemudian berhitung "1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10. Wow!!" Dalam hitungan ke sepuluh, Mae Ri bersorak. Aneh, biasanya orang yang habis kena sita pasti sedih, tapi Mae Ri.. hahaaa...




"Whoah, ini bagus, tempatnya menjadi sangat luas! Menyenangkan, aku bisa bermain bola di sini." Mae Ri berloncat-loncat kegirangan seraya berlari mengelilingi ruangan yang kosong itu.



Mae Ri keluar dari apartemennya, ia menuju rumah tetangganya. Mae Ri memencet bel, "Ahjumma! Ahjumma!"
"Huh?" sapa bibi dari dalam rumah, kemudian membukakan pintu. "Apakah mereka sudah selesai?"
"Iyah." jawab Mae Ry.
"Baiklah ini ambil." Bibi itu mengeluarkan sebuah koper dan televisi, titipan dari Mae Ry.
"Ah, terimakasih."



Mae Ri mengangka koper itu melalui tangga, dan ia terlihat sangat kesulitan mengangkat koper yang berat itu.
"Yang tertinggal hanya pakaian." ucap Mae Ri ketika membongkar isi koper besarnya.
Mae Ri mengambil buku kuliahnya, ia berkata "Kapan aku akan kembali kuliah? Dan aku sangat ingin hal itu.."
"Oh! Itu Seo-Joon! Wow, dia sangat cantik." ungkap Mae Ri saat melihat Seo Joon di TV. "Dia artis yang baik juga."




"Kapan aku bisa merapikan barang-barang ini? Sebaiknya aku makan sesuatu dulu." Mae Ri mengambil panci dari tas koper besarnya, kemudian ia pergi ke dapur.




Makanan masih tersisa di toples-toples, tapi mungkin itu sudah tidak layak dimakan karena Mae Ri tidak mengawetkannya di kulkas."Ini semua mungkin sudah kadaluarsa sekrang, Aku tidak punya kulkas."



"Tidak, ini tidak akan kadaluarsa." ungkap Mae Ri, ia mencampurkan semua makanan dalam satu tempat.
"good job." Mae Ri menikmati makanan itu dengan lahap sambil menonton TV. "Bisakah mereka melakukan hal itu? Hmm.. Ini enak sekali."


Tokyo, Japan.




Di sebuah ajang pencarian bakat. Jung In dan beberapa Juri lainnya sedang menilai penampilan finalis.
"Terimakasih semua, aku akan lebih bekerja keras untuk ke depannya nanti." ungkap salah satu.



"Tidak perlu, hal itu sudah lebih dari cukup. Tidak perlu bekerja lebih keras lagi." kata Ji San. Ji San tidak menyukai penampilan finalis tadi, penampilannya terlalu dibuat-buat.
"J-san, apa maksud perkataanmu?" Juri yang lain merasa tidak setuju dengan kata-kata Ji San.
"Tidak masalah seberapun dia bekerja keras, seorang yang memiliki talenta tidak akan melakukan hal itu." tambah Ji San.



Di ruang Presiden, Presiden yang juga merupakan ayah dari Jisan. Presiden sedang membenahi pedangnya dan para pegawainya datang melaporkan sesuatu.
"Presiden, maafkan aku. Semua sumber kita yang berada di korea sudah kami kerahkan. Tapi mereka belum dapat menemukan area kediamannya." Ungkap salah satu pegawai dengan sangat menyesal.
"Ini terlihat sangat sulit. " ungkap presiden.
"Maafkan aku, tolong ampuni kami. Kami pun sudah menghubungi rumah sakit yang berada di korea." lanjut pegawainya.



Ji San datang ke ruangan ayahnya. "Ayah, aku datang."
"Sudahkah kau membaca proposal bisnis?" tanya ayah jisan pada Ji san. "Memproduksi sebuah drama merupakan hal yang sangat beresiko."
"Jika hal itu berhasil, laba akan mengalir dengan sangat baik." sela Ji san.
"Tapi jika tidak, semuanya akan jatuh dan hilang dengan cepat. Aku tidak akan mengecewakanmu, ayah."





"Ada hal yang aku ingin katakan, aku akan ikut berinvestasi dalam hal ini jika kau memenuhi syarat dariku. Jika seorang pria ingin bekerja, pertama ia perlu mengangkat kepalanya. Dia harus melakukan hal itu untuk menjadi pria dewasa yang sempurna. " Presiden memberikan nasihat seraya menuliskan sesuatu, sebuah huruf kanji yang melambangkan apa yang baru saja ia katakan. "Hanya seorang pria yang memiliki keluarga.. Adalah seorang pria sejati. Mampu melaksanakan satu tugas besar."

coolnya oppaa... T.T



"Itu salah satu hal yang aku tidak dapat penuhi oleh diriku sendiri." kata Ji san.
"Jadi, itu adalah keinginanku untuk melihatmu menjadi orang besar dan hebat dalam melakukan bisnis."
"Aku mengerti, ayah." kata Ji san seraya mengangguk dengan patuh.



Terdengar suara pintu terbuka saat Mae Ri sedang menonton TV dengan sangat serius. Dengan bergegas Mae Ri menuju pintu,
"Siapa di sana? Siapa disana?!" Seseorang sudah membuka pintu itu, Mae Ri menarik dengan kuat pintu untuk menahan agar tidak bisa terbuka, "Siapa ini? Aku bilang, siapa ini?"
"Apakah itu ayah!" ternyata Ayah Mae Ri datang.




Ayah Mae Ri memakan makanan Mae Ri, dan ia hampir tersedak.
"Ayah, ini air. Air." Mae Ri membawakan minum. "Ayah. Ahh.. Kasian ayah."
"Mae-Ri" Ayah Mae Ri menepuk-nepuk dadanya, ia tersedak.
"Hmmm?"

"Aku sangat lelah, aku tidak bisa berdiri lebih lama lagi di sini." ucap ayah Mae Ri.
"Itulah kenapa kau harus menarik keluar dirimu sendiri secara bersamaan. Jangan memulai usaha itu lagi. Dan jangan mempercayai orang-orang seperti mereka karena kau hanya akan mendapatkan kebohongan dan tertipu seperti itu lagi." ungkap Mae Ri kesal.



"Mae-Ri Yah, apa yang harus ayahmu lakukan? Apa yang harus aku lakukan sekarang?" keluh Ayah Mae Ri.
"Ya, sudah. Kita akan memulainya lagi dari awal." Mae Ri berkata meyakinkan. "Kita akan mengumpulkan banyak uang dan membayar semua hutang-hutang kita."
"Kau tau berapa jumlah keseluruhan hutang-hutang kita? paling tidak kita harus membayar 100.000.000. Kapan kita bisa membayar hutang sebanyak itu?" Kata ayah Mae Ri.
"Itu semua kesalahan, ayah!" seru Mae Ri. "Semuanya selalu berjalan dengan kacau karena kau hanya mencoba untuk menangani segalanya sekaligus!"



Tiba-tiba seseorang menggedor-gedor pintu dengan keras. Mae Ri dan ayahnya sangat kaget. Mereka tahu bahwa orang itu adalah para penagih hutang.
"Hey, Wi Dae-Han! Kau di rumah bukan? Nyalakan lampunya,, nyalakan lampunya!"
Mae Ri bergegas mematikan lampu kemudian ayahnya mematikan TV. Mereka menyelimuti diri mereka, berharap penagih hutang itu tidak mengetahui keberadaan mereka.



"Hey, Wi Dae Han! Kau di dalam, bukan?! Kapan kau akan mengembalikan uang kami? Hah? Kami tahu kau ada di dalam! Buka pintu! Buka pintu! Yaaah! Aku bilang, buka pintu! Hey!" teriak para penagih hutang itu.



Mae Ri memberanikan diri untuk menghadapi para penagih hutang itu, ia tidak tahan lagi mendengar kata-kata para penagih hutang itu.
Mae Ri membuka pintu, ia sengaja membiarkan rambut berantakan.
"Hey! Dimana ayahmu?" bentak para penagih hutang.
"Aku sangat lelah sekarang." kata Mae Ri. "Siapa kau?"
"Ayahmu, Wi Dae Han, melarikan diri dengan membawa uang kami." jawab mereka.
"Orang ini.. bukan ayahku." jawab Mae Ri.




"Apa? Hey, apa yang kau katakan? Huh?" para penagih utang tidak percaya dengan apa yang diucapkan Mae Ri.
"Ibuku menikahinya, tapi kami tidak ada hubungan darah lagi." ungkap Mae Ri.
"Apakah itu benar?"tanya penagih utang.
"Ya! Dan aku tumbuh dengan dipukuli oleh orang itu! Apa ini? Dan besok adalah hari dimana kita akan memperingati hari kematian ibumu. Ini sangat menjengkelkan. Kenapa dia harus selalu memukuliku kalau ia memang benar-benar ayahku?" jelas Mae Ri.
"Pria itu terlihat seperti seorang yang memiliki tipe yang lembut." kata para penagih utang yang mulai percaya dengan apa yang dikatakan Mae Ri.
"Dimana orang bodoh itu sekarang? Aku adalah korbannya! Dia membawa lari tabunganku. Aku orang yang ingin sekali memukulnya. Bekerja keraslah, dan jika kau berhasil menangkapnya katakan padaku." ungkap Mae Ri.
"Tentu saja, sepertinya kau sudah lelah dengan dirimu sendiri." kata para penagih hutang.
Mae Ri sukses membuat para penagih hutang itu pergi dan percaya pada semua kata-katanya. Ia kembali ke dalam rumah tanpa mengunci pintu.




"Ayah." panggil Mae Ri pelan.
"Apakah mereka sudah pergi?" tanya ayahnya.
"Yah!"
"Kerja bagus!"
Tapi ternyata para penagih hutang itu mendengarkan pembicaraan mereka.

"Aku tahu hal ini akan terjadi." ucap penagih hutang itu seraya mendobrak pintu.
Mae Ri segera menutup pintu dengan paksa dan menguncinya, ia panik. "Apa yang harus dilakukan? apa yang harus dilakukan?
"Kau tidak akan membuka pintu ini?!" kata para penagih hutang.
"Ahjussi, akankah kau membuka pintu ini jika kau jadi aku?!" ucap Mae Ri.
"Hey, kau tidak ingin pintu ini dibuka? Kau bodoh! Kau akan mati dalam sekali pukulan. Ayah dan anak itu terlihat di dalam! Yah! Buka pintu! " para penagih hutang berteriak-teriak di luar.

"Ayah, lewat sini. lewat sini..!" Mae Ri menarik ayahnya ke dekat jendela, ia mengarahkan pada ayahnya untuk segera turun dari jendela.
"Jalan ini?" ayah Mae Ri tampak ketakutan, ia takut ketinggian.
"Cepat.. cepat.. cepat!" suruh Mae Ri.
"Kau dapat melakukan hal ini, ayah. Tidak apa apa!" seru Mae Ri. "Jangan mempersulit masalah ini lagi, cepatlah! Kau dapat melakukannya ayah. Kau dapat melakukannya! Hati-hati, ayah. Hati-hati."

Ayah Mae Ri melewati jalan lain, para penagih hutang melihatnya. "Yah! Wi Dae Han!" para penagih hutang kembali mengejar ayah Mae Ri.
"Berhenti di sana, bodoh! Hei, bodoh! Berhenti. Yah, Wi Dae Han!"




Mae Ri masih murung karena keadaan ayahnya, ia tidak tahu apakah ayahnya tertangkap atau berhasil lolos. Saat Mae Ri menonton TV, handphonenya berdering. Teman lamanya menelpon.
"Oh, So Ra Yah. Sudah lama sekali. Aku tidak bisa keluar sekarang. Aku sedang menonton sebuah drama. Yeah. Benarkah? Apakah Ji Hye benar-benar mabuk?"



Mae Ri menjemput teman-temannya yang mabuk.
"Ini" teman Mae Ri memberikannya uang karena sudah menjemput mereka.
"Benar. Tidak perlu memanggil taksi." ucap Mae Ri.
"Yah, Wi Mae Ri, kau benar-benar telah berubah setelah setahun ini."



Mae Ri tengah mengendari mobil temannya, kedua temannya mabuk berat.
"Well, aku tidak memiliki pilihan." jawab Mae-Ry dengan semangat. Aku harus mengumpulkan banyak uang sekarang, jika aku ingin melanjutkan kuliahku tahun depan."
"Mae Ri, apakah kau akan berhenti bersama kami karena kau tidak ingin menghabiskan uangmu?" tanya sahabat Mae Ry.




"Sebenarnya karena aku tidak ingin mendengar hal itu jadi aku tidak akan pergi." jawab Mae-Ri.
"Benar, tapi ini waktu yang sebentar semenjak kita bersama-sama lagi seperti ini, jadi ayo kita bersenang-senang, huh?" ajak sahabat Mae Ri yang lain.
"Kau tidak memiliki cukup waktu untuk bersenang-senang akhir-akhir ini."
"Okay!" Seru Mae Ry. "Mulai aku mengambil pekerjaan menjadi supir kalian, aku akan pergi dengan kalian, teman-teman."
"Hey, tapi kau tidak dapat minum-minum sejak kau menjadi supir seperti ini." kata sahabat Mae Ri mengingatkan.




"Jangan khawatir, ngomong-ngomong kemana lagi kita akan pergi?" tanya Mae Ri.
"Bagaimana kalau kita pergi ke hongdae?" usul sahabat Mae Ri.
"Ok, let's go!"
"Let's go to Hongdae.. Hongdae!" Seru Mae Ri dengan mempercepat mobil yang dikemudinya.
"Okay! Hongdae!"
Mobil yang dikendarai Mae Ri melaju cepat.




Mobil masuk ke dalam gang yang penuh dengan kerumunan orang-orang yang hilir mudik. Mobil melaju pelan.
"Aku hanya melihat kafe-kafe sekitar sini. Dimana kafe itu?" Mae Ri mulai bingung dengan arah jalan. "Hey, Aku tidak terlalu kenal dengan daerah sekitar sini, kemana arah kita?"
"Kami juga tidak tahu, tetap jalan berkeliling saja, Mae Ri." ucap salah satu teman Mae Ri. Kedua temannya sedang mabuk berat. "Tetaplah jalan sampai kita menemukan tempat yang bagus."




Mae Ri berteriak. "Apa aku menabrak sesuatu?"
Kedua teman Mae Ri panik. "Mae-Ry! Mae-Ry!"
Mae Ri keluar dari mobil untuk melihat apakah ia menabrak seseorang?
"Apa yang akan kita lakukan?"  Mae Ri panik, ia menggigit jari-jarinya. "Kita menabrak seseorang."
Mu Gyul terlihat tidak sadarkan diri.




"Aaa! Apa yang harus kita lakukan?!!" bukan hanya Mae Ri yang panik tapi teman-temannya juga.
"Permisi. Permisi.." Mae Ri menghampiri Mu Gyul. "Sadarlah. Bangunlah! Apa yang harus aku lakukan?"
Mu Gyul sadar.



"Oh, gosh! kau berdarah! Apa yang harus dilakukan?!" Mae Ri panik melihat darah di tangan Mu Gyul. "Apa kau benar-benar baik-baik saja? Benarkah?"
Mu Gyul menjilat tangannya yang berdarah, ia melakukan hal itu persis seperti anak kucing "Aku katakan, aku baik-baik saja."
"Ahh, aku telat." Mu Gyul bangkit.
"Kau benar baik-baik saja kan?" kata Mae Ri memastikan lagi.
Mu Gyul tidak menghiraukan Mae Ri, ia hanya pergi menjauh.



"Mae-Ri Yah, apa yang baru saja dia katakan?" teman-teman Mae Ri baru berani keluar dari mobil setelah Mu Gyul pergi.
"Dia bilang, dia baik-baik saja." jawab Mae Ri.
"itu melegakan." jawab teman Mae Ri.
"Hey, siapa orang itu? Laki-laki tunawisma?" tanya teman Mae Ri.
"Huh?"



Mu Gyul melihat ke arah Mae Ri.
"Whoaah, dia tampan juga! Setangkai bunga laki-laki tunawisma dari Hongdae!" sahabat Mae Ri terpesona.
"Dia bilang dia tidak apa-apa, jadi dia memang tidak apa-apa, kan?" kata Mae Ri, ia masih merasa bersalah.
"Hey.. Hey.." sahabat Mae Ri ingat sesuatu."...Dia mirip seperti yang ada di piringan kasetku?"

"apa?"
"Look..Look! Dia benar-benar mirip. Lihat! Hey, dia mirip seperti seorang penipu!" sahabat Mae Ri panik. "Apa yang harus kita lakukan jika dia pura-pura merasa baikan, dan dia akan datang kembali untuk meminta uang ganti rugi kepadaku? Bukankah itu artinya, kita akan dituduh tabrak lari?"




Mendengar hal itu, Mae Ri bertambah panik.


"Apa yang harus kita lakukan? Apa yang harus kita lakukan?" mata Mae Ri berkaca-kaca.
"Hey, Mae Ri yang menyetir." kata salah satu sahabat Mae Ri.




"Itu artinya aku yang harus membayar denda?" ujar Mae Ri.
"Oh, Mae-Ri, apa yang akan kau lakukan?" kata teman Mae Ri. "Apa yang harus kita lakukan?"

"Hey, tunggu,, tunggu sebentar." panggil Mae Ri ke arah Mu Gyul yang sudah menjauh.
Mae Ri mencoba mengejar Mu Gyul di tengah kerumunan orang-orang yang hilir mudik. "Permisi. Permisi."
"Kemana dia pergi?" Oh, tunggu." hampir saja, Mae Ri kehilangan jejak Mu Gyul.

"Permisi. Aku hanya ingin tahu apakah kau benar-benar baik-baik saja! Permisi!" Mary sampai di satu gang. "Oh! Kemana dia pergi?"
"Apakah dia ke sini? Kemana pria itu pergi?" Mae Ri masuk ke sebuah tempat pertunjukkan. "Permisi. Maaf. Permisi. Permisi!"



Akhirnya Mae Ri masuk ke dalam ruang pertunjukkan, ia melihat Mu Gyul dan bandnya.
"Dia sangat keren." Mae Ri berdecak kagum melihat Mu Gyul beroker ria.



"Hey disana! Hey kau! Apakah kau baik-baik saja? Hey! Hey kau! kau benar baik-baik saja?" Mae Ri berloncat-loncat berharap Mu Gyul akan melihatnya.
Saat Mae Ri meloncat, tanpa sengaja ia menginjak sepatu pengunjung di sebelahnya.
"Maafkan aku. Maafkan aku!" Mae Ri melihat ke arah pengunjung itu dan ia sepertinya mengenalinya. "Apakah kau Seo Joon, seorang artis? Kebetulan sekali."
"Ah, aku pengunjung, maaf." Seo Joon tidak ingin diketahui siapapun, maka ia berbohong. Seo Joon segera pergi dari ruangan itu.
"Itu memang benar-benar Seo Joon." kata Mae Ri.




Mae Ri kembali mengalihkan perhatiannya pada Mu Gyul. "Dia memang terlihat baik-baik saja. Dia benar-benar seorang roker. Melegakan."
Telepon Mae Ri berdering, ia menerima telepon dari temannya, "Oh So Ra yah. Aku tidak bisa mendengarmu, di sini sangat berisik! Aku tidak tahu dimana aku. Yeah, dia memang benar-benar baik-baik saja, Kau tidak perlu khawatir! Yeah, Okay!" Mae Ri menutup teleponnya dan ia memutuskan untuk meninggalkan tempat pertunjukkan itu.




Tapi kemudian ia mengurungkan niatnya. "Tidak, jika aku pergi sekarang, mungkin saja ia bisa melaporkan kejadian kecelakaan itu."
Mae Ri kemudian memotret Mu Gyul dengan handphonenya.
"Assa!" sorak Mae Ri melihat foto Mu Gyul.
"Terlalu kencang. Ahh.. kencang! Kencang sekali!" ucap Mae Ri berkomentar pada musiknya.




Mu Gyul sudah selesai tampil, para fans sudah menunggunya di gang.
"Permisi, apakah vocalisnya ada di sana, benar?" tanya Mae Ri pada salah satu fans yang juga sedang menunggu Mu Gyul.
"Ya."
"Berapa lama aku harus menunggunya agar bisa bertemu dengannya?" tanya Mae Ri.
"Aku tidak tahu pasti. Dia seharusnya sudah keluar sekarang."
"Kapan dia datang?" keluh Mae Ri.


Mu Gyul datang dan para fans histeris menyambutnya.
"Permisi, di sana! Permisi! Apakah tanganmu yang berdarah baik-baik saja? Apakah itu sakit? Permisi! Permisi! Apakah kau ingat aku? Di gang tadi, beberapa saat yang lalu." Mae ri meloncat-loncat agar bisa melihat Mu Gyul. Tapi Mu Gyul sama sekali tidak bisa melihatnya, karena para fans berdesakan disekelilingnya.

Akhirnya Mu Gyul melihat Mae Ri.
"Mi Nyu Gi? Ahh.. Ji-Hye? Aku mohon maafkan aku?" ucap Mu Gyul saat melihat Mae Ri. Mu Gyul mengira Mae Ri adalah salah fansnya, lalu Mu Gyul memeluk Mae Ri seperti layaknya fans yang lain, masing-masing mendapat pelukan dari Mu Gyul. Mu Gyul melepaskan pelukannya kemudian pergi, para fans mengikutinya.
Mae Ri terdiam, "bukaan, bukan. Permisi! Permisi, bisakah kita bicara sebentar?" suara Mae Ri tidak terdengar oleh Mu Gyul.

Mae Ri terus mencari Mu Gyul, hingga ia mendapati Mu Gyul tengah bersama seorang wanita. "Oh, Di sana!"


Wanita itu marah-marah pada Mu Gyul, tapi Mu Gyul terkesan masa bodo dengan wanita itu.
"Bagaimana kau bisa melakukan hal ini padaku? Kau sangat kejam.." ucap wanita itu dengan penuh emosi kemudian menampar Mu Gyul, Mu Gyul tidak merespon ia malah pergi begitu saja.
"Hey, kemana kau akan pergi? Hey!!" wanita itu berteriak dan kemudian menangis kencang.
Mae Ri yang melihat hal itu kaget. "Hey!! Oh, ia hanya membuatnya menangis!" ucap Mae Ri.

"Aku kira dia benar-benar orang yang sangat buruk, tidak diragukan lagi tentang hal ini. Memang, dia terlihat hanya memanfaatkan orang saja. Hmmm... Dia mengadakan pertemuan dengan permpuan lain, setelah dia putus dari seseorang. Dia benar-benar playboy." Mae Ri mengikuti Mu Gyul.
"Pasti ada sesuatu yang mencurigakan dari orang ini! Jika tidak bisa menghadapi hal ini dengan baik, pasti konsekuensinya nanti bertambah besar." Mae Ri berprasangka buruk pada Mu Gyul, sebenarnya Mu Gyul menemui managernya di sebuah restaurant.

"Aku pikir kau baru saja mendengarnya, tapi kau harus menyiapkan koreografimu di panggung untuk debutmu sendiri." kata manager.
"Mana ada sebuah band menari? Kenapa kau bertindak seperti ini?" tanya Mu Gyul.
"Kau tidak bisa membuatnya band ini lebih besar kalau kau bersama orang-orang itu."
"Cukup." Mu Gyul tidak suka dengan konsep yang diberikan mangernya. "Jika tidak dengan bandku aku tidak akan tampil."



"Kau begitu sadar dengan keadaan." Managernya kesal. "Lakukan saja seperti yang aku katakan. Tapi, jika kau ingin melanggar kontrak kami, kami akan membawa hal ini ke persidangan. Kau harus membayar tiga kali lipat lebih tinggi dari yang diberikan." Manager menyodorkan surat kontrak kepada Mu Gyul. " Hey, Kang Moo Gyul, apakah kau berpikir aku akan membiarkanmu pergi begitu saja setelah melakukan hal ini? Apa ini? Apakah kau sudah mengembalikan uang jaminan atau melakukan sesuatu?"
Mu Gyul membaca surat itu kemudian merobeknya. Kemudian Mu Gyul menyerahkan amplop yang berisi sejumlah uang yang sangat banyak. "Ya. aku tidak ingin melawan hal ini lagi, biarkan aku pergi."


Manager itu tersenyum puas setelah melihat isi. "Hey, apakah kau punya gagasan berapa banyak uang yang harus aku investasikan padamu selama tiga bulan ini?" kata manager.
"Seluruhnya itu adalah warisanku. Aku tidak punya apa-apa lagi sekarang." ucap Mu Gyul seraya meneguk minumannya.
"Well, ternyata caranya seperti ini.. Jujurlah, kau tidak pernah mendengarkan, dan itu adalah hal yang paling sulit adalah bekerjasama denganmu." ujar manager.
Mu Gyul mengambil kembali amplop itu, tapi manager segera mencegahnya.



"Ada apa denganmu? Apa kau ingin mengambil kembali apa yang sudah kau berikan?" tanya manager.
Mu Gyul berhasil mengambil amplop itu lagi, kemudian mengambil selembar uang.
"Tinggalkan aku." Mu Gyul menyuruh manager untuk segera meninggalkannya.
"Tentu saja. Aku yang akan membayar minuman ini juga." jawab manager seraya tersenyum karena ia mendapatkan uang banyak hari ini.


Setelah manager pergi. Mae Ri segera menghampiri Mu Gyul.
"Helo, aku adalah penggemarmu. Bisakah kau memberikan tanda tangan padaku?" ungkap Mae Ri seraya menyerahkan selembar kertas kosong. Mae Ri melakukan hal ini untuk bisa mendapatkan tanda tangan Mu Gyul, untuk surat keterangan pertanggung jawaban kalau Mae Ri tidak bersalah.
"Ah, ini." Mae Ri memberikan pulpen.


"Namamu?" tanya Mu Gyul.
Mae Ri terkejut karena ternyata Mu Gyul memberikan tanda tangan yang sangat besar, tanda tangan Mu Gyul menghabiskan satu kertas penuh.
"Aku, Wi Mae Ri." jawab Mae Ri.
"Ahh.. Apakah ini harus sebesar ini?" keluh Mae Ri. Kalau tanda tangannya sebesar itu gimana Mae Ri buat surat pernyataannya.. XD
"Ada yang salah dengan ini." tanya Mu Gyul.
"Ah, Tidak. Tidak sama sekali." jawab Mae Ri. "Tapi, tidak dapatkah kau menulis namamu lebih kecil di kertas ini, disebelah sini?"

"Kemari" Mu Gyul hendak memeluk Mae Ri, seperti yang biasanya dilakukan pada fans. Mu Gyul kira Mae Ri benar-benar fansnya.
"Ah, aku baik baik saja." Mae Ri menolak.
"Terimakasih. Terimkasih. Terimakasih banyak" Mae Ri membungkuk-bungkuk. Kemudian berlari pergi.
Mu Gyul heran dengan sikap Mae Ri, tidak biasa fans seperti itu.


"Assa!" Mae Ri tersenyum senang karena akhirnya ia bisa membuat surat pernyataan. "Sebuah surat pernyataan tidak bersalah untukku."
Mae Ri segera menulis surat pernyataan itu di sebuah kursi taman. "Surat pernyataan pertanggungjawaban. Kecelakaan, kecelakaan yang sangat kecil. Kejadian itu terjadi di sebuah gang di Hondae, hal itu terjadi karena kesalahan si korban." ungkap Mae Ri seraya menuliskan kata-katanya itu.

Mu Gyul datang menghampiri Mae Ri. Ia melihat tulisan Mae Ri dan kemudian merebutnya. Mae Ri kaget.
"Apa ini?" kata Mu Gyul setelah membaca tulisan Mae Ri.
"Bukan, itu hanya.." jawab Mae Ri gugup.
"Seorang penggemarku, benarkah?" tanya Mu Gyul.
"Ah, bukan, itu hanya.."


"Kembalikan itu padaku!" Mae Ri mencoba mengambil kertasnya. "Kembalikan! Kembalikan!"
Mu Gyul merobek kertas itu,
"Hei, kau tidak boleh melakukan ini. Dengar, kau tidak bisa meninggalkan hal ini begitu saja!" Mae Ri kesal.
"Bicara sesuatu padaku!" Mae Ri berteriak pada Mu Gyul yang sudah pergi meninggalkannya.

Di sebuah restaurant, Mae Ri berhasil mengejar Mu Gyul dan mereka tengah minum bersama.
"Tapi kau benar-benar baik-baik saja kan?" tanya Mae Ri sekali lagi.
"Aku tadi sudah katakan hal itu." jawab Mu Gyul kesal.
"Jadi bagaimana? Tolong tulis surat pernyataan bahwa aku tidak bersalah dalam hal ini." Mae Ri menyerahkan kertas pada Mu Gyul. Mae Ri harus mendapatkan tanda tangannya, agar ia terbebas dari masalah tabrakan itu.
"Apakah kau selalu merasa ditipu selama hidupmu?" Tanya Mu Gyul yang heran dengan sikap Mae Ri.
"Ya. Itu alasan kenapa aku tidak pernah percaya dengan siapapun di keluargaku. Mereka memang seperti itu dari dulu." Jawab Mae Ri.

"Tidak dapat dipercaya keluargamu seperti itu, kau mau minum?" Mu Gyul menawarkan minuman pada Mae Ri.
"Tidak, aku tidak bisa minum." Mae Ri menolak dengan cepat. "Ketika aku minum-minum, aku sering lupa segalanya."
Mu Gyul terus menatap sinis ke arah Mae Ri, Mae Ri jadi tidak enak.
"Baiklah. Aku akan minum. Tapi, apakah setelah aku minum satu tegukan ini, kau akan benar-benar menulis sebuah pernyataan untukku, benar?"


"Ini." Mae Ri memberikan sebuah kertas. "Sudah aku lakukan, kan? Sekarang tanda tangani ini, aku mohon."
"Aku tidak pernah menandatangi sesuatu seperti ini lagi." ucap Mu Gyul.
"Apa?" tanya Mae Ri. "Pernahkah kau tertipu selama hidupmu?"

"Apakah kau minum-minum seperti ini hanya kebetulan?" tanya Mae Ri yang heran melihat Mu Gyul meminum banyak botol.
"Aku hanya minum-minum saat aku merasa mood ku buruk." jawab Mu Gyul.
Mu Gyul menawarkan satu botol pada Mae Ri. "Aku sudah katakan padamu, aku tidak bisa minum." Mu Gyul menatap tidak bersahabat ke arah Mae Ri.


Mae Ri berkata dalam hatinya. "Benar, dia sudah minum banyak, hanya beberapa minuman lagi dia akan memberikanku tanda tangannya." Mae Ri mencoba untuk mengelabui Mu Gyul.
"Baiklah, perasaanmu sedang buruk, biar aku saja yang menuangkannya untukmu." Mae Ri menuangkan minuman untuk Mu Gyul seraya tersenyum.
"Selamat menikmati." ucap Mae Ri.
"Ini giliranmu sekarang." Mu Gyul memberikan minuman itu pada Mae Ri.
"Baiklah." Mae Ri terpaksa meminumnya.
"Jangan buang minumanmu." kata Mu Gyul saat tahu Mae Ri mencoba untuk mengelabuinya.



"Kau melihatnya?" tanya Mae Ri.
"Itu melanggar aturan. Kau harus minum dua cup lagi sekarang." Sekarang giliran Mu Gyul yang mempermainkan Mae Ri.
"Baiklah, aku bilang aku akan meminumnya. Aigoo.. Itu terlalu banyak." ucap Mae Ri saat Mu Gyul menuangkan satu gelas penuh untuknya.

Dan akhirnyaaa.. Mereka berdua mabuk bersama.. Syalalaa..
Mu Gyul dan Mae Ri berjalan limbung.
"Aish, siapa yang menaruh "bis desa" di laguku?" Mu Gyul bernyanyi lagunya. (Download OST di sini)
Mu Gyul menggenggam tangan Mae Ri.
"Aigoo.. Cepat pergi dariku!" ucap Mae Ri, seraya mendorong Mu Gyul.
"Surat pernyataan bahwa aku tidak bersalah.." Mae Ri menunjukkan surat pernyataan tepat di depan wajah Mu Gyul.
"Apa itu surat pernyataan? Hey, kau sangat mengganggu." Mu Gyul menatap Mae Ri. "Dan sangat cute." Mu Gyul mencubit gemas pipi Mae Ri.
"Aish! Kau gila?" kata Mae Ri. "Perasaanku sedang tidak enak sekarang."

Mereka benar-benar mabuk berat.
"Dan kenapa itu buruk? kenapa? kenapa? kenapa?" tanya Mu Gyul
"Semua itu karena kau! Dan karena rumahku. Apa kau pernah berpikir betapa lelahnya aku hari ini?" Mae Ri kesal.
"Kau tidak boleh lelah..." balas Mu Gyul
"Kau gila?! Oh, my. Aku akan mati. Apa ini?" Mae Ri mencari Mu Gyul yang sudah tidak ada lagi di sampingnya. "Kemana dia pergi? Ahh.. Lupakanlah!"
"Baiklah, kau kekanak-kanakan, Aku menolak untuk terlibat dalam masalah ini. Aku menolak!" seru Mae Ri.
"Aku akan pulang ke rumah saja." Mae Ri benar-benar mabuk.

Mu Gyul datang dan ia memberikan tanaman yang diikat seperti bunga kepada Mae Ri. Mae Ri menerimanya.
"O, apa ini?" Mu Gyul memegang dahi Mae Ri dan ia melihat ada bekas luka yang cukup parah.
"Ini lukaku saat aku masih kecil." kata Mae Ri.
"Keliatannya seperti luka yang cukup parah. Itu pasti jadi masalah yang sangat komplek bagi seorang perempuan." kata Mu Gyul sok tahu.
"Aku tidak memiliki masalah yang kompleks. Dan itu bukan kenapa-napa karena aku memiliki poni yang bagus.. Ini gayaku." balas Mae Ri.
"Coba aku lihat."
"Tidak usah."
"Biarkan aku melihatnya. Wow, ini sangat cantik. " kata Mu Gyul seraya tersenyum.



"Apa?"
"Luka ini seperti yang ada di salah satu sihir.." Mu Gyul teringat sesuatu.
"Harry Potter?" jawab Mae Ri.
"Apa Harry Potter?" tanya Mu Gyul.
"Ahhh.. Dia adalah bagian dari jiwaku." ungkap Mae Ri.
"kemana dia pergi?" Mae Ri mencari Mu Gyul yang kembali menghilang. "Dia membawa hatiku pergi dan kemudian menghilang."



"ini sepertinya bukan kucing jalanan." Mae Ri melihat Mu Gyul tidur di trotoar jalan.
"Apa yang lakukan di jalan ini? Hey, kau... Bangun. Hey, wajahmu bisa lumpuh kalau kau tidur di sembarang tempat seperti ini." Mae Ri mencoba membangunkan Mu Gyul, ia sendiri juga sangat mabuk, kata-kata melantur kemana-mana.
"Aku benar-benar akan gila! Aku sangat lelah." Mae Ri menyandarkan kepalanya di bahu Mu Gyul. "Satu hari ini, aku merasa aku telah melakukan kegiatan selama tiga hari. Aku rasa aku akan mati juga." Mae Ri tertidur di samping Mu Gyul.


Pagi harinya. Mae Ri bangun, "Aku kedinginan. Aku pasti tidur tanpa selimut, semalam. Aaah.. Kepalaku sakit. Sepertinya, aku benar benar pingsan. Jam berapa aku kembali kemarin?" Mae Ri berkata pada dirinya sendiri.
Mae Ri tidak sadar kalau selimutnya dipakai oleh Mu Gyul, Mu Gyul ada di sebelahnya menggunakan selimut Mae Ri dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut itu.
"Apa ini?" Mae Ri mengambil daun-daun yang diberikan oleh Mu Gyul semalam. "Sebuah kepala selada?" Mae Ri ketakutan, ia tidak suka selada.


Mae Ri melihat gitar Mu Gyul, ia sangka dirinya yang mengambil gitar Mu Gyul membawanya pulang, padahal Mu Gyul sendiri yang menaruh gitar itu di situ.. Hahaah XD
"Apa yang harus aku lakukan? Aku pasti mengambilnya ketika aku sedang mabuk, aku rasa. Ayy.. Setiap kali aku minum! " ungkap Mae Ri.
"Apa yang harus aku lakukan?" Mae Ri membuka sedikit tempat gitar Mu Gyul, ada foto seorang wanita tertempel di sana, "Apakah perempuan itu lebih tua darinya?" ucap Mae Ri saat melihat foto itu. Yaah.. pria itu pasti dikelilingi oleh banyak wanita."

"Apakah ia pulang ke rumah dengan selamat kemarin? Bagaimana aku akan mengembalikan ini kepadanya sekarang? Aku sangat mabuk kemarin, Aku tidak pernah mendapatkan informasi tentang tempatnya berada.Dia mungkin baik baik saja, kan?" Mae Ri mencemaskan Mu Gyul.
"Ahh.. aku tidak tahu.. Aku tidak tahu! Apa yang harus aku lakukan?" Mae Ri mengacak-acak rambutnya kemudian berbaring lagi.
Mae Ri mengambil handphone, "Hah!!" Mae Ri kaget saat melihat jam. Ia telat untuk datang ke suatu tempat.
Mae Ri bergegas mengambil tas, tapi kemudia ia menyadari dirinya yang tidak rapi. "Oh! Tapi seperti ini...?" Mae Ri melihat bajunya. "Kau bersih, kau sangat bersih!"



Mae Ri pergi ke tempat kerjanya, ia bekerja sebagai cleaning service di perusahaan yang hampir bangkrut. Mae Ri tengah membersihkan lantai, presiden direktur perusahaan lewat di dekatnya, ""Oh, presiden! Apakah kau mendapatkan informasi bahwa bank baik-baik saja?"  tanya Mae Ri dengan sopan.
"Miss Wi..." panggil presiden.
"Ya?"
"Datanglah ke kantorku untuk sebentar."

"Miss Wi... anda tidak telah melakukan kesalahan." ucap presiden direktur. "Maafkan aku, perusahaan hanya sedang mendapatkan posisi yang sulit sekarang. Dan aku tidak dapat mengusahakan untuk mengeluarkan salah satu karyawan kami, jadi apa yang harus kami lakukan? Jadi, kau yang harus meninggalkan perusahaan ini Miss Wi."

Mae Ri dipecat, ia tidak tahu alasan pasti kenapa ia dipecat. Mae Ri membawa semua barang-barangnya dari kantor ke rumah. Mae Ri terlihat sedih, ia kembali menghitung, "Satu.. Dua.. Lima.. Sembilan.. Sepuluh.." Mae Ri tersenyuum, "Benar, uang pembayaran itu tidak banyak dan aku hanya dapat melakukan hal kecil saja. Aku akan segera dapat pekerjaan lain, aku rasa seperti itu."
Mae Ri menghibur dirinya sendiri, "haruskah aku menonton sebuah drama di siang hari, untuk pertama kalinya setelah waktu yang lama? Oh! Ini salah satu yang aku lewatkan kemarin."



"Ahhh.. Itu pasti bau sekali sekarang." Mae Ri mencopot sepatunya. "Oooh.. So, itu akhirnya datang ke sini. Oh, my, oh my. Lihat dia! Kenapa ia melakukan peran seperti itu? Oh! Mereka tidak dapat melakukan itu." Mae Ri sibuk mengomentari drama yang ditontonnya, seraya membuka jaket.
Ketika hendak memasuki kamar mandi, Mu Gyul keluar dari kamar mandi. Dengan efek slowmotion, gaya Mu Gyul jadi terlihat amat memukau.


"Apakah kau tidak memiliki conditioner untuk rambut?" ucap Mu Gyul. Mae Ri masih terpesona, tapi kemudian ia sadar.
"Apa yang kau lakukan di sini? Bagaimana kau bisa menemukan rumahku?" tanya Mae Ri.
"Kita datang bersama kemarin malam." jawab Mu Gyul.
"Bersama? Aku datang bersamamu?" Mae Ri tidak percaya.
"Kau tidur di jalan dan kemudian kau mengatakan bahwa kau harus segera pulang ke rumah, jadi aku membawamu." jawab Mu Gyul.
"Tapi kau seharusnya meninggalkan rumahku setelah mengantarkanku pulang." kata Mae Ri.


"Hey, aku juga sangat lelah." Mu Gyul membela diri.
"kau juga seharusnya meninggalkan rumahku setelah kau bangun! Kenapa kau masih juga di sini?" Mae Ri mencari alasan agar Mu Gyul segera pergi dari rumahnya.
"Aku baru saja bangun. Bagaimana bisa tidak ada conditionare rambut di rumah seorang gadis?" ucap Mu Gyul seraya berjalan, tangannya sibuk mengeringkan handuk.
"Jam berapa kau bangun tidur hari ini? Kau itu pria yang masih muda, kenapa kau tidak bekerja?" tanya Mae Ri.
"Aku tidak ada jadwal show hari ini." Mu Gyul menjawab.

"Ahh.. Baiklah, cepat dan pergi. Cepatlah." Mae Ri mendorong-dorong Mu Gyul keluar.
"Hey, rambutku belum dikeringkan." ucap Mu Gyul.
"Seseorang yang sudah memiliki kekasih tidak boleh bersikap seperti itu!" Mae Ri ingat tentang foto perempuan yang tertempel di tempat gitar Mu Gyul.
"Kekasih? " tanya Mu Gyul.
"Salah satu foto yang tertempel di gitarmu." jawab Mae Ri.
"Aahh.. So Young.." kata Mu Gyul.
"Aahh.." Mae Ri mengikuti intonasi Mu Gyul. "Kenapa kau tidak pergi ke rumahnya saja?" tanya Mae Ri. "Cepat! Please, cepatlah dan pergi dari sini!"

Tiba-tiba Mu Gyul merasa kesakitan.
"Apa yang salah?" Mae Ri panik.
"Pinggangku." Jawab Mu Gyul.
Mu Gyul menunjukkan bekas memar di daerah pinggangnya.
"Oh, My! Apakah ini karena kejadian kemarin?" tanya Mae Ri khawatir.
"Aku pikir ini karena tabrakan mobil kemarin," jawab Mu Gyul.
"Benarkah?"


Mae Ri mengobati Mu Gyul, ia mengoleskan obat di bagian pinggang yang memar.
"Kau sudah mengeceknya ke rumah sakit?" tanya Mae Ri.
"Ini tidak terlalu buruk." jawab Mu Gyul, ia sedang serius menonton televisi.
"Melegakan." ungkap Mae Ri.
Mae Ri berkata dalam hati, "Benar, kau bodoh. Kau menjadi seorang yang pengecut jika kau pergi ke rumah sakit dekat sini."
Mae Ri menekan bagian memar, Mu Gyul merintih kesakitan.
"Jangan terlalu keras." kata Mu Gyul.
"Ya." Mae Ri mengangguk.


Mae Ri berbicara dalam hati, "Aku tahu ini akan terjadi."
Aku seharusnya mendapatkan surat pernyataan darinya kemarin. Apa yang harus aku lakukan jika dia melaporkanku sebagai seorang yang menabraknya dan menyatakan bahwa aku melarikan diri darinya? Dan siapa sebenarnya orang ini?"
"Berapa umurmu?" tanya Mu Gyul.

"Berapa umurmu?" tanya Mu Gyul.
"Aku 24 tahun." ucap Mary.
"Ahh.. Kita memiliki umur yang sama." jawab Mu Gyul.
"Apa?! Orang bodoh ini." Mae Ri kaget dan kesal. "Dan selama ini aku berbicara padanya dengan bahasa yang formal tapi dia begitu santai menanggapinya." Mae Ri bicara pada dirinya sendiri.


"Hentikan berbicara resmi di depanku." kata Mu Gyul.
"Tidak, tidak apa-apa. Aku tidak dapat berbicara dengan bahasa sehari-hari bila bersama orang lain, aku tidak merasa nyaman bila melakukan hal itu." Mae Ri menjelaskan. Mae Ri pikir, Mu Gyul itu lebih tua beberapa tahun darinya tapi ternyata mereka seumuran.
"Kau tidak merasa nyaman?" tanya Mu Gyul.
"Eh? Baiklah. Situasi kita saat ini memang sedang tidak nyaman satu sama lain." ungkap Mae Ri.



"Siapa namamu?" tanya Mu Gyul
"Wi Mae Ri.. Mae Ri." jawab Mae Ri.
"Mae Ri?" Mu Gyul berpikir, kemudian ia berkata, "Merry Chirsthmas?"
Mae Ri tidak suka kalau ada orang lain yang memanggilnya seperti itu, "Kata-katamu sangat menyebalkan. Itu sangat kekanak-kanakkan, nama kecilku saat aku kecil dulu, di sekolah dasar aku biasa dipanggil seperti itu."
"Jadi, begitu." kata Mu Gyul tidak peduli.







"Anyway, bolehkah aku bertanya sampai kapan kau berencana akan tinggal di sini?" Mae Ri ingin sekali rumahnya damai tanpa Mu Gyul.
"Well, aku kira, aku akan segera pergi sekarang."ungkap Mu Gyul.
"Benarkah?" Mae Ri senang mendengar hal itu. "Terimakasih.. Terimasih banyak!"



Saat Mu Gyul hendak bangun, ia merintih kesakitan hingga membuat Mae Ri panik.
"Di sini, seperti ini." ungkap Mu Gyul.
"Apakah ini sakit? Dimana? Dimana yang sakit sekarang?" Mae Ri panik.
"Disini, di pinggulku." jawab Mu Gyul seraya menunjuk ke arah pinggulnya.
"Apa yang harus aku lakukan?" Mae Ri masih panik.

"Mereka mengatakan bahwa setelah kecelakaan mobil adalah luka yang sangat parah." ungkap Mu Gyul.
"Apa yang harus aku lakukan?" Mae Ri tidak tahu harus bagaimana lagi.


Mae Ri sedang berbicara di telepon dengan temannya. Ia duduk di depan meja rias.
Mae Ri : "Dia benar-benar seorang penipu, dia menyuruhku untuk membalut jarinya. Apa yang harus aku lakukan?"
teman Mae Ri : "Itulah kenapa kau harus benar-benar menjaganya setelah kecelakaan. Bayar saja dendanya."
Mae Ri : "Hey, dan hanya tinggal di sini, aku akan mendapatkan banyak uang? Tolonglah aku teman."


teman Mae Ri : "Yah, kau yang menyetirkan kan? Disamping itu, asuransiku hanya mencakup kewajibanku saja. Ah, hanya uruslah dirimu sendiri saja. Kau sangat pintar dalam mengatur hal semacam ini karena ayahmu.
Kau baru saja ke neraka dan kau kembali lagi tahun yang lalu. Kenapa kau bertindak lemah sekarang?"
Mae Ri :Aku mengerti. Tutuplah.




Mae Ri menundukkan kepala.
"Makhluk jahat. Aku benar-benar tidak dapat pergi seperti ini!" Mae Ri kesal pada Mu Gyul. "Aku tidak tahu. Lebih baik aku tidur. Aku tidak tahu. Aku tidak tahu." ungkap Mae Ri seraya berbaring di lantai.
"Ahh.. Sangat dingin." Mae Ri tidak bisa tidur, suara gitar Mu Gyul sangat menganggu. "Aku sangat lelah, jadi tidak ada cara lain selain tidur dengan semua keributan ini. Hey bodoh, haruskah aku memutus satu kabel gitar

ini?"


Ayah Mae Ri berjalan seorang diri tiba-tiba seseorang memanggilnya, "Hey, Wi Dae Han! Berhenti kau di sana!"
Ayah Mae Ri lari setelah melihat orang-orang itu.
"Yah, berhenti di sana! Hey, kau tidak akan berhenti? Hey, Wi Dae-Han! Aahh.. Hey, bodoh. Wi Dae Han.. ." seru orang itu seraya mengejar ayah Mae Ri.


"Aku sangat lelah, geez!" keluah Ayah Mae Ri. Ia berlari menuruni tangga.
"Hey, bodoh!" Orang-orang itu masih mengejarnya.
Ayah Mae Ri memberhentikan taxi. "Taxi.. Taxi.. Taxi.. Taxi.."
"Hey!"
"Nyalakan mobilnya, nyalakan mobilnya!"

Ayah Mae Ri menghentikan mobilnya, ia menyesuaikan tarif taksi dengan uang yang ia punya.
"Supir, berhenti! Berhenti! Berhenti!"


Ayah Mae Ri putus asa, ia berpikiran untuk mengakhiri hidupnya.
"Baik.. Aku tidak dapat pergi lebih jauh lagi, inilah akhir untukku." Ayah Mae Ri berdiri di tengah jalan.
"Hey, kau!" Satu mobil berhenti dan sang pengemudi keluar dari dalam mobil. Ia marah-marah. "Jika kau ingin mati, pergi dan lakukanlah dengan dirimu sendiri!"
"Maaf." Ayah Mae Ri meminta maaf.


Sekarang, cara kedua, Ayah Mae Ri mencoba untuk loncat dari jembatan ke sungai. "Terlalu menakutkan, apa yang harus aku lakukan? Ah, benar! Mae Ri Yah." Ayah Mae Ri mengurungkan niatnya, ketinggian jembatan membuatnya takut.


Mae Ri sedang berusaha untuk mencari pekerjaan, ia sedang menghubungi agen via telepon.
"Ah, ya, tapi aku akan mengambil cuti dari kuliahku. Aku hanya memiliki waktu yang tersisa di semester akhir. Ah, ya tentu saja, persiapan akademic adalah hal yang terpenting. Kita dapat berbicara tentang bagaimana cara pembayarannya ketika kita bertemu nanti? Ah, tentu saja, hal itu hanya sebuah ide. Satu jam untuk upah pekerjaan paruh waktu tidak akan aku lakukan, aku harus harus menutupi biaya hidupku dan kuliahku. Aahh.. benarkah?" Mae Ri mengeluh, ia sudah puluhan kali untuk menghubungi para agen untuk mendapatkan pekerjaan, tapi hasilnya, tak ada satupun yang menerima Mae Ri.






"Ya, aku mengerti." Mae Ri mengakhiri pembicaraannya di telepon.
"Kenapa ini sangat sulit?" Mae Ri mengeluh, ia menyandarkan diri ke tembok. Mae Ri memejamkan mata, ia tahu kalau Mu Gyul sudah bangun. Mae Ri mengetahui hal itu karena derap langkah Mu Gyul yang terdengar keras. Mae Ri mencoba untuk menebak apa yang sedang dilakukan Mu Gyul. "Dia baru saja bangun. ...Dia menuju kamar mandi.. Oh! Dia terlihat di dapur.. Mengambil panci.. Menempatkan panci dengan air di atas kompor... Membuka mie Ramen." Semua yang diperkirakan Mae Ri itu benar.
"Ramen!" Mae Ri tersadar dengan ucapannya sendiri. "Oh, itu Ramen terakhirku!"


Mu Gyul menyantap ramen buatannya, Mae Ri hanya terunduk.
"Jadi, kapan kau akan pindah dari sini?" tanya Mu Gyul.
"Aku tidak akan pindah dari sini." jawab Mu Gyul seraya menyuruput ramen. "Apakah para penagih hutang telah mengambil semuanya?" Mu Gyul melihat keadaan ke sekeliling rumah Mae Ri.




"Bagaimana kau..?" Mae Ri heran, kenapa Mu Gyul bisa mengetahui hal itu.
Mae Ri melihat buku pelajarannya digunakan taplak oleh Mu Gyul. "Oh! Ini adalah sebuah buku dari mayor saya." Mae Ri mengambil buku itu.
"Kau mengambil cuti karena kuliahmu, benarkah?" Mu Gyul mencoba menebak.
"Bagaimana kau bisa tahu hal itu?" lagi-lagi Mae Ri terheran kenapa Mu Gyul bisa tahu semuanya.
"Karena aku juga melakukan hal yang sama." jawab Mu Gyul.



Mu Gyul menawarkan ramen pada Mae Ri. Awalnya Mae Ri enggan tapi karena itu adalah mie ramen terakhir dan perutnya sangat lapar, maka Mae Ri memakan ramen itu.
Mae Ri dan Mu Gyul berebut ramen.
"Ah! Tidak, tidak. Ini bagianku sekarang." Mae Ri memakan bagiannya.
"Ah, tidak. ..kau punya banyak kimchi atau tidak?" tanya Mu Gyul.
"Bagaimana aku bisa punya kimchi? Aku tidak punya kulkas." jawab Mae Ri seraya menyuruput mienya.



"Benarkah?" jawab Mu Gyul seraya mengambil ramen dengan sumpitnya, ia mengambil ramen yang banyak dari panci itu.
"Ini melanggar aturan, kau makan lebih banyak! Ini bagianku sekarang!" Mae Ri menarik panci kemudian mendekatkannya ke arahnya.
"Hey, aku yang membuat ini."
"Tapi, aku sudah tidak apapun sekarang!"
"Ayy..lintah! Dia benar-benar hidup saat ini."


Perebutan ramen sudah selesai, Mae Ri mencuci piring tapi Mu Gyul malah bermain gitar.
"Dengarkan, Tuan "Hidup menumpang", musim panas sebentar lagi berakhir, kau tahu. Musim dingin akan segera datang dalam beberapa bulang, apakah kau sudah mempersiapkan hal itu?"
Mu Gyul tidak merespon apa yang Mae Ri ucapkan.
"Ada apa dengan pria ini?" Mae Ri kesal. "Lihat ke sini! Kau terlihat sangat baik padaku saat itu, jadi tinggalkan saja rumah ini."

Mu Gyul merespon dengan menunjuk ke arah memar di bagian pinggulnya.
"Itu hanya sebuah tanda Mongolia." jawab Mae Ri. "Apakah kau marah? "Maafkan aku, ini bukan mengenai hal bahwa aku tidak percaya padamu, tapi.. ini, lihat dirimu. Kau terlihat benar-benar baik di sini."
"Aku baik baik saja." jawab Mu Gyul.
"Apa?"
"Aku harus pergi sekarang."ucap Mu Gyul.
"Apakah kau merasa baikan sekarang? Apakah kau benar-benar akan pergi?" Mae Ri memastikan.


"Yeah, aku harus menghadiri pertunjukanku hari ini." Jawab Mu Gyul.
"Aahh.. Terima kasih banyak! Terima kasih banyak." Mae Ri senang.
"Ah, tunggu. Ini." Mae Ri menyerahkan kertas untuk ditanda tangani oleh Mu Gyul. "Tolong tanda tangan surat pernyataan pertanggung jawaban."
Mu Gyul menandatanganinya tanpa banyak bicara. kemudian Mu Gyul pergi.
"Terima kasih banyak! Terima kasih! Oooh.. Semua telah berakhir. Kau sungguh keren." teriak Mae Ri.
"Merry Cristhmas.." jawab Mu Gyul.. (Hahaa.. Oppa inii, ngeledekin Mae Ri mulu.) 
"Happy new year!" seru Mae Ri. 


Para personel band berbicara tentang Mu Gyul, Mu Gyul sedang sibuk dengan dirinya sendiri, hahaa.. Oppa memilin-milin rambut.
"Dia harus melakukan hal ini lebih cepat dari yang aku pikirkan, ini sungguh sangat sulit untukku.."
"Ahh.. Benarkah, aku..."
"Omong kosong, siapa yang mengakhiri dari satu hari ke hari yang lain hanya seperti itu?!"
"Ah, aku tahu, hyung."
"KIta baru saja kehilangan sumber pendapatan kita."
"Ahh.. Tenanglah."
"Kami baik-baik saja, tapi apa yang akan terjadi pada Moo-Kyul?"
"Tidak ada lagi pertunjukkan dan ada juga suatu masalah pada kontrak palsu."


"Ini tidak seperti dia dapat tidur di sini dan di sana seperti seekor belalang."
"Itu kenapa aku merencanakan agar Mu Gyul dapat tinggal di rumahku tapi ayah dan ibuku.. datang secara tiba-tiba ke tempatku kemarin tanpa memberitahukanku terlebih dahulu."
"Ah, hyung.. Aku sudah mendapatkan seorang pacar"
"Kapan kau melakukannya?"
"Dimana kau melakukan chatting lagi?"
"Oh, hey, bagaimana denganmu, Re-Oh?"
"Teman sekamarku dan aku telah sepakat bahwa kami tidak akan membawa teman-teman untuk menginap."
"Ahh.. Ini sangat bodoh. Itulah kenapa kau tidak memiliki banyak teman."
Mereka berbicara tentang Mu Gyul yang akan hidup terlantar, karena tidak memiliki tempat untuk menetap.


Para fans menghampiri Mu Gyu, mereka meminta tanda tangan.
"Oppa, tolong berikan kami tanda tanganmu!" pinta salah satu band.
"Aigoo.. Aigoo.. mereka menyukai dia." teman seband Mu Gyul memperhatikan Mu Gyul dari jauh.
"Terima kasih. Apa yang harus dilakukan! Aku sangat menyukai lagumu, kami semua adalah penggemarmu." ucap fan Mu Gyul.
"Namamu?" tanya Mu Gyul.
"Min-Jung. Tidak dapatkah kau memelukku sekali saja?" pinta fan Mu Gyul.
"Ah, terimakasih. Ahh.. Apa yang harus aku lakukan?" Para fans yang lain menjerit, mereka sangat menyukai Mu Gyul.


Di bandara, Jung In dan ayahnya datang dari Tokyo, mereka dikawal ketat oleh beberapa orang.
"Kau telah kembali setelah dua puluh tahun.. Adakah tempat special yang akan kau kunjungi?" tanya Jung In pada ayahnya.
"Tempat special?" Ayahnya tidak tahu kemana tempat special yang harus ia kunjungi.


Jung In mengantarkan ayahnya sampai menaiki mobil.
"Kau akan langsung pergi ke kantor Chung Dam Dong, benarkah?" tanya ayahnya.
"Ya."
"Baiklah. Mengenai gadis yang kau pilih melalui foto waktu itu."
"Ya, ayah."
"Aku ingin President Song untuk ikut bersama kita untuk makan malam, jadi kalian berdua dapat melakukan lamaran."
"Aku mengerti."
"Aku akan menghubungimu segera, jadi bersiaplah."
Mobil mewah itu meninggalkan Jung In.





Tiba-tiba seseorang memanggil Jung In.
"Ayy.. Direktur, senang bisa bertemu denganmu lagi." orang itu mempersilakan Jung In untuk naik ke mobilnya.
"Lewat sini, silakan. Saat terakhir kali aku melihatmu, saat itu kau berumur 6 tahun. Itu artinya kau kembali ke Korea setelah 20 tahun, kan?" orang itu mengendari mobil yang dinaiki Jung In.
"Dapatkah aku melihat profilnya, aku akan memintamu untuk memilihnya?" Jung In meminta daftar profil artis yang ikut casting di rumah produksinya.
"Ah ya. Tunggu sebentar, please. Ini. Ini adalah beberapa pilihan orang-orang yang akan casting telah disiapkan oleh perusahaan."
"Terimakasih, PD." ucap Jung In.
"Tidak masalah."

Di pemakaman, Ayah Jung In membawa satu buket bunga dan ia berjalan menuju satu tempat. Ayah Jung In berjalan bersama dua orang pengawal yang mengikutinya. Ayah Mae Ri ternyata berhasil ditangkap oleh para penagih utang, ia tengah dipukuli dan ayah Jung In melihatnya.


"Ah, tidak. Lepaskan aku!" Ayah Mae Ri tidak bisa melawan.
"Kau tikus kecil, apakah kau akan pergi begitu saja? Ada masalah apa dengan tikus kecil ini?" seru penagih hutang itu.
"Aku akan mengembalikannya padamu, aku bilang aku akan mengembalikannya. Maafkan aku.. Maafkan aku." ayah Mae Ri merintih kesakitan.
"Hey, bodoh. Kau pikir kau dapat melarikan diri seperti seekor tikus dan membuat kami merasa kesulitan?"
"Maafkan aku."


"Ada apa ini?" pengawal Ayah Jung In datang menghampiri ayah Mae Ri. "Siapa orang-orang ini? Bodoh."
"Yah, kau bodoh." balas para penagih hutang.
"Hidungmu berdarah. Apakah kau baik-baik saja? Huh?" pengawal itu membantu Ayah Mae Ri.
"Kau, tunggu dan lihat.. Huh? Yah, Wi Dae Han! Ini adalah akhir, huh?" para penagih hutang lari.

 "Aku benar-benar tidak mengenal kalian, tapi terimakasih banyak. Terima kasih." ayah Mae Ri sangat berterima kasih kepada orang-orang suruhan ayah Ji San.
"Dae Han Ah!" panggil ayah Ji San dari arah belakang.
"Suk, Hyung?" Ayah Mae Ri senang sekali bisa bertemu dengan teman lamanya. "Hyung.. Hyung, apakah itu kau? Apakah ini benar-benar kau?"
Mereka saling berpelukan erat.
"Hyung! Sudah berapa lama kita tidak bertemu?"
"Hyung!"





 Mae Ri duduk di halte bis, ia tengah menandai lowongan pekerjaan di sebuah koran. Mae Ri terlihat murung. Mae Ri menaiki bus, tapi kemudian ia menyadari kalau sudah tidak uang lagi di dompetnya, supir bus berkata, "kau mau naik atau tidak?"
"Tidak." jawab Mae Ri seraya turun dari bus.


 Mae Ri berjalan kaki untuk bisa sampai di apartementnya, ia sangat kelelehan. Saat sampai di depan pintu, Mae Ri melihat banyak sekali surat tagihan yang datang dan beberapa note yang tertempel di pintu. Saat Mae Ri hendak masuk, ia melihat bibi-bibi yang tinggal di sebelahnya datang untuk menagih hutang ayahnya. Mae Ri langsung menutup pintu.

 "Kau ingin bersembunyi dariku sekarang?! Sampai kapan kau akan menghindariku? Ini bukan hanya pinjamanmu yang telat, orang-orang penagih hutang itu terlalu berisik, aku tidak dapat hidup seperti ini. Ahh.. Aku tidak tahan lagi! Pindahlah segera!" teriak bibi itu.
Mae Ri hanya terpaku dan menyandarkan diri ke pintu,

 Mae Ri sedih, ia mulai berhitung, "Satu.. Dua.. Tiga.. Empat... Lima.. Enam.. Tujuh.. Delapan.. Sembilan.. Sepuluh.. Sebelas.. Dua belas.." ucapnya seraya sesekali menyeka air mata yang jatuh.
"Ibu, tahun ini adalah tahun yang sangat sulit untukku. Aku tidak dapat mengunjungi mu di hari peringatan kematianmu hari ini. Dan aku tidak tahu pasti dimana ayah sekarang. Ibu, apa yang harus kami lakukan dengan rumah kita? Ibu, bantu aku. Ibu..." Mae Ri menangis. Cara Mae Ri nangis sama cara Eun Jo nangis, beda banget. Eonni keren sekaliii !
 Terdengar suara bell, Mae Ri bangkit, ia mengira ayahnya yang datang. "Ayah? Apakah itu kau, ayah?"
Saat Mae Ri membuka pintu, Mu Gyul tersenyum ke arahnya dan berkata, "Merry Christmas!"
 Mu Gyul mabuk berat, "Oh, bau sekali alkohol!" ucap Mae Ri seraya menutup hidungnya. "Kenapa kau mabuk?"
"Hey, kenapa kau menangis?" tanya Mu Gyul.
"Tentu saja tidak! Siapa yang menangis?" jawab Mae Ri seraya menyeka sisa air matanya. "Ada apa lagi ini?"
"Izinkan aku tinggal di sini selama beberapa hari." ujar Mu Gyul seraya merebahkan diri.
 "Apa yang kau katakan?" Mae Ri mengambil surat pernyataan. "Lihat ini! Kau sudah menandatangani surat pernyataan bahwa aku tidak bersalah. Jadi ancamanmu tidak akan ada gunanya lagi."
"Aku tidak mengancammu, geez.." jawab Mu Gyul.
"Ini." Mu Gyul memberikan amplop.
"Apa ini?" Mae Ri membuka amplop itu. "Oh! Uang."
"Sebuah ruangan kosong. .. kau punya kan?" tanya Mu Gyul.
"Inikah alasanmu kenapa kau datang ke rumahku?" Mae Ri kesal.
"Yeah, di sini sangat nyaman." kata Mu Gyul.

 "Apa yang kau katakan? Nyaman?"
"Apa yang bisa aku katakan? Kau seperti saudara perempuanku."
"Saudara perempuan? Ah pria ini."
"Jangan khawatir, aku tidak akan tinggal di sini lebih dari seminggu."
"Kalau tidak, aku akan sangat bosan dan lelah karena hal itu."
"Apa arti perasaan itu? Ini benar-benar melelahkan, gadis-gadis biasanya mengakhiri setelah memintaku untuk menikahinya setelah beberapa minggu." ucap Mu Gyul.


 "Hey, hal itu tidak akan terjadi padaku." Jawab Mae Ri kesal. "Bukankakh, kau harus pergi ke gadis itu, So Young, bukannya kau memerlukan tempat untuk tinggal. Cepat, bangun! Ayolah cepat!"
"Hey, So Young Ah sudah menemukan prianya yang baru." Mu Gyul enggan untuk bangun.
"Aku tidak peduli apakah So Young mendapatkan kekasih baru atau tidak.."

 Ayah Mae Ri datang, ia mengetuk pintu.
"Siapa?" tanya Mae Ri.
"Mae Ri Yah, ini ayahmu! Apakah ada orang di dalam?" jawab Ayah Mae Ri.
"Kau tinggal dengan ayahmu?" kata Mu Gyul yang mabuk.
"Apa yang akan aku lakukan?" Mae Ri panik. "Ayah, tunggu sebentar!"
Mae Ri menarik Mu Gyul dan membawanya ke dekat jendela. "Loncat!" Mae Ri menyuruh Mu Gyul untuk loncat.
"Mengapa aku harus melakukan hal ini?" tanya Mu Gyul.
"Karena ini hal yang darurat! Cepat!" jawab Mae Ri.
"Tapi ini sangat dingin, dan anginnya sangat kencang." Mu Gyul kedinginan.
"Lakukan dengan cepat! " kata Mae Ri.
 "Apa yang terjadi? Mae Ri Yah! Mae Ri Yah! Apa yang terjadi. Aku pulang. Mae Ri Yah!" Ayah Mae Ri menggedor-gedor pintu.
Karena Mu Gyul tidak mau loncat dari jendela jadi Mae Ri membawanya ke kamar mandi. Mae Ri mengunci Mu Gyul di dalam kamar mandi.
 Mae Ri membuka pintu.
"Ceritakan padaku? Apa yang terjadi?" Tanya Ayah Mae Ri.
"Tidak ada." jawab Mae Ri mencoba bersikap wajar. "Ini hanya aku yang bertengkar dengan penagih hutang di telepon."
"Apa? Mereka mendapatkan nomor teleponmu sekarang? Ooh.. Mae Ri.." Ayah Mae Ri memeluk Mae Ri.
"Tenanglah ayah, aku tidak apa-apa. aku tidak apa-apa." Mae Ri menepuk-nepuk punggung ayahnya.
 "Mae Ri Yah, kita akan bisa membayar hutang-hutang itu." Ayah Mae Ri berkata dengan riang.
"Apa yang kau katakan?" Mae Ri tidak mengerti apa yang ayahnya katakan.
"Ayah, kau melakukannya lagi bukan?" Mae Ri kira ayahnya ikut berjudi atau berhutang kepada pihak yang lain.
"Yeah. Aku melakukaknnya. Aku mendapatkan Jackpot!" Ayah Mae Ri tersenyum lebar. "Kau akan menikah dengan pengusaha yang sangat kaya raya sekarang, jadi aku akan dapat membayar semua hutangku dan kau akan menjadi wanita yang anggun dan kaya."
"Kenapa semuanya mendadak seperti ini? Apa? Menikah?" Mae Ri mengira ayahnya bercanda.


"Kau lihat, aku dulu sangat dekat dengan pria yang sangat kaya yang berasal dari jepang. Yang sekarang kau akan menikahi anak laki-lakinya." ucap Ayah Mae Ri.
"Ayah, ada apa sebenarnya? Kau berbicara seperti kita sedang ada di sebuah drama atau apalah."
"Kenapa? Aku hanya mengatakan kalau kau akan menikah dengan seorang pengusaha yang sangat kaya, di samping itu juga kau juga tidak punya kekasih kan?"

 Mae Ri dan Ayahnya mendengar suara gemericik air dari kamar mandi tempat Mu Gyul disembunyikan oleh Mae Ri. Mae Ri dan Ayahnya sama-sama merasa kaget.
"Suara apa itu?" tanya Ayah Mae Ri.
"Suara apa maksudmu? Semuanya terdengar sangat tenang di sini." Mae Ri berlari ke depan pintu kamar mandi, dan ia mencoba untuk menutupi pintu itu.
"I.. Itu suara air." kata Ayah Mae Ri.



 Ayah Mae Ri berusaha untuk mendobrak pintu kamar mandi itu. Mae Ri panik, ia mencoba untuk mengalihkan pandangan ayahnya.
"A.. Ayah suara itu berasal dari ini! Berasal dari sini, ayah!"
Saat kamar mandi berhasil di buka, Ayah Mae Ri terkejut, ia melihat Mu Gyul berada di dalam kamar mandi. Mu Gyul malah tersenyum ke arah Ayah Mae Ri, ia merasa tidak bersalah.

0 komentar:

Post a Comment